MALANGVOICE – Dari ratusan relawan Malang Raya yang siap membantu penumpang terlantar, kebanyakan di antaranya adalah laki-laki. Hanya sedikit perempuan yang ikut turun ke lapangan. Salah satunya Elisabeth Karunia, gadis cantik 21 tahun yang sehari-hari berprofesi sebagai pramuniaga ini.
Eli, panggilan akrabnya, merasa prihatin dan tak tega melihat adik-adik siswa SD yang kebingungan karena tidak bisa pulang. Hatinya tergerak untuk mendaftarkan diri sebagai relawan. Pada demo pertama beberapa bulan lalu, Eli sempat menjadi relawan selama dua hari. Kali ini dirinya menjadi relawan kedua kalinya.
“Saya membayangkan anak-anak yang kebigungan, apalagi kalau orangtuanya tidak bisa menjemput juga, kasihan anak-anak,” kata gadis yang hobi tavelling itu.
Demikian, menjadi relawan bukan juga hal mudah. Dia harus tetap waspada terhadap orang yang mengaku penumpang terlantar, bisa jadi mereka bermaksut jahat padanya. Eli selalu diingatkan orangtua dan rekanan relawan lain untuk waspada dan berhati-hati.
“Untunglah juga saya ditaruh di sekitar wilayah Kota Malang. Tidak jauh-jauh dari basecamp,” katanya.
Baginya, menjadi relawan selain bisa menolong sesama, juga bisa mencari teman dan keluarga baru. Eli senang karena bisa bertemu banyak teman dan orang-orang baru dari komunitas lain.
Dia berharap, demo mogok angkot tidak berlangsung lama. Menurutnya ojek online dan angkot konvesional bisa berjalan beriringan.
“Semoga ada jalan tengah. Lha kan sama-sama nyari rejekinya,” pungkasnya.(Der/Yei)