MALANGVOICE – Dayat (29), warga Tumpang, Kabupaten Malang, menghabiskan libur panjang Hari Raya Idul Fitri di Alun-alun Merdeka, Kota Malang. Saat itu, dia memilih tempat duduk di samping air mancur.
Sebungkus rokok lantas dikeluarkannya dari saku celana untuk diambil sebatang dan dibakar ujungnya. Diselipkannya yang sebatang itu di antara jari telunjuk dan jari tengah, sesekali ia sesap, hingga menghasilkan asap putih membumbung tinggi.
Sambil memainkan gadget, karyawan di perusahaan swasta ini beberapa kali melempar pandangan ke kanan-kiri seakan mencari seseorang. Belum habis menyesap sebatang, dua petugas menghampiri. Petugas tersebut merupakan Polisi Taman (Poltam), Ike Proklamasi dan Sumila Trisnawati.
“Permisi mas, di sini dilarang merokok. Silakan pindah ke pojok sana, tempat khusus merokok,” kata Ike, Rabu (21/6) lalu, yang kemudian direspon Dayat dengan mematikan nyala rokok di tangannya. “Saya tidak tahu di sini dilarang merokok mba, maaf,” katanya, membalas teguran petugas sembari berjanji tidak mengulangi.
Poltam baru difungsikan Februari 2017 di bawah komando Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman (Disperkim) Kota Malang. Ada 40 petugas diterjunkan mengawasi beberapa taman di Kota Malang. Di Alun-alun Merdeka, terdapat delapan orang petugas secara bergantian setiap harinya. Waktu operasi mulai pukul 08.00 hingga pukul 23.00 WIB.
Setiap hari, Poltam mendapati sekitar 50 orang yang merokok di Alun-alun Merdeka (bukan di smoking area). Jumlah tersebut naik drastis ketika akhir pekan dan libur panjang. Hasil pengamatan MVoice, dalam kurun satu jam, setidaknya ada 10 orang perokok ditegur Poltam. Teguran itu meliputi pelanggan merokok di area tengah Alun-alun, area bermain, dan area skateboard. Perokok yang mendapat teguran beragam, mulai usia pelajar hingga orang dewasa.
Pemandangan serupa tersaji di Taman Bentoel Trunojoyo (depan Stasiun Kota Baru), Taman Kunang-kunang dan Taman Slamet. Di Taman Bentoel Trunojoyo, sopir angkot yang sedang menunggu penumpang dan juru parkir (Jukir) dengan bebas merokok di area taman.
Padahal, tanda dan tulisan larangan merokok terpasang jelas. Di halte, tempat tunggu penumpang yang berada tidak jauh dari Taman Bentoel Trunojoyo, juga digunakan sebagai tempat merokok. Sebagian lagi, beberapa sopir angkot merokok di dalam kendaraan.
Sejauh ini, keberadaan Poltam di Alun-alun dirasa efektif mengurangi jumlah perokok. Meski begitu, Poltam tidak bisa berbuat banyak, hanya memberi teguran dan melakukan pendekatan secara persuasif. “Belum ada aturan yang mengatur sanksinya. Makanya tidak ada kapoknya, sampai kesel mas,” ungkapnya. Tidak sedikit yang kepergok untuk kedua kalinya, bahkan ada yang merokok di bawah tulisan larangan merokok.
Alun-alun Merdeka Kota Malang sendiri dipugar melalui dana Corporate Social Responsibility (CSR) Bank BRI, diresmikan tahun 2015. Empat smoking area dibangun disetiap pojok menyerupai gazebo. Di kawasan ini, tempat ibadah, kesehatan, pendidikan, angkutan umum dan tempat umum lainnya (Alun-alun dan taman) masuk sebagai kawasan bebas rokok.
Hal itu juga termaktub dalam Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) Kawasan Tanpa Rokok (KTR). Dalam Ranperda KTR, bagi siapa saja yang merokok di kawasan tanpa rokok bisa dijatuhi sanksi kurungan paling lama tujuh hari atau denda paling banyak Rp 500 ribu.
Meski ditargetkan selesai pada Mei lalu, pembahasan Ranperda KTR masih mandeg di Panitia Khusus (Pansus), gabungan Komisi A dan D DPRD Kota Malang. Pengajuan dan pembahasannya bersamaan dengan Ranperda Cagar Budaya di tahun 2016. Uniknya, Ranperda Cagar Budaya telah selesai dan diserahkan ke eksekutif untuk diajukan ke Provinsi Jawa Timur. Pembahasan satu Ranperda normalnya rampung dalam kurun waktu empat hingga enam bulan.