MALANGVOICE – Polemik revitalisasi Hutan Kota Malabar, semakin pelik. Isu penyelematan fungsi ekologis hutan karena adanya face off dengan dana CSR PT Amerta Otsuka Indonesia, bergeser kepada isu hutan sebagai lokasi mesum.
Awalnya, ungkapan hutan Kota Malabar sebagai lokasi mesum diungkapkan Wali Kota Malang, HM Anton. Sebagai kepala daerah, Anton sering disambati warga sekitar taman Malabar karena kondisi hutan yang gelap kerap dijadikan lokasi mesum.
Pernyataan Anton, itu dibantah juru bicara Walhi Jatim, Purnawan D Negara. Disebutkan, alasan itu hanyalah mengada-ada karena Pemkot Malang memiliki perangkat berupa Satpol PP.
Isu yang sama kembali menghangat saat Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Malang turut campur dengan mengangkat isu hutan sebagai lokasi mesum. Hal ini dianggap Ketua Aliansi Hutan Kota Malabar, Aji Prasetyo sebagai hal yang tidak tepat lantaran isu yang dibawa mereka adalah penyelamatan kondisi ekologis.
Kepada MVoice, komikus ternama itu mengatakan, lebih baik MUI mempelajari dahulu bagaimana fungsi ekologis serta dampak dari pembangunan ruang bermain, rumah pohon dalam revitalisasi hutan itu. “Kita butuh ulama yang cerdas yang mampu mempelajari kondisi ini secara utuh,” kata Aji Prasetyo, Selasa (2/9).
Dikatakannya, mempelajari dalil agama dengan pendekatan ilmu pengetahuan lingkungan lebih penting bila dibanding hanya berbicara masalah mesum saja. “Ini fungsi ekologis hutan, malah kalah dengan hutan sebagai tempat mesum,” tandasnya.
Ia juta menyayangkan, sikap ulama yang terkesan acuh tak acuh dengan lokasi tempat transaksi mesum yang selama ini masih tidak terkawal pemantauan dengan baik.
“Mesum itu bisa dimana-mana bukan hanya tempat gelap, bahkan bisa dilakukan di bawah lokasi yang benderang. Karenanya kami sangat menyayangkan jika isu ekologis ini digeser dengan isu mesum,” tegasnya.
Catatan MVoicei, kejadian melibatkan agamawan dalam mendukung kebijakan tidak hanya sekali terjadi. Pada rencana pembangunan drive thru BRI di Alun-alun Merdeka, beberapa ulama sempat dilibatkan juga.-