Hasil Pertanian Lebih Bernilai dengan Proses Enzimatis

MALANGVOICE – Indonesia merupakan negara agraris dengan tingkat biodersivitas (keanekaragaman) tinggi. Namun, menurut Prof Yunianta, dosen Fakulfas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya (FTP-UB), hasil ekspor pertanian masih dalam bentuk bahan mentah, sehingga nilai tambahnya rendah.

“Para akademisi perlu berkreasi dan inovasi sehingga ada nilai tambah dari hasil pertanian itu,” katanya, saat ditemui MVoice, beberapa menit lalu.

Ia mengatakan, hasil pertanian terdiri dari beberapa komponen. Misalnya, padi memiliki kandungan selulosa dan patin yang tinggi.

“Selulosa dan patin ini adalah komponen terbesar pada tanaman. Kandungannya 89% lho. Kalo kita liat dari biosintesanya (pembentukannya) itu terdiri dari molekul gula,” paparnya.

Menurutnya, beberapa inovasi yang bisa dikembangkan adalah dengan proses enzimatis, fisik, kimiawi dan biokimiawi.

“Namun kalo proses kimiawi malah menimbulkan pencemaran lingkungan. Sedang proses enzimatis hanya menggunakan enzim-enzim tertentu dan bebas pencemaran,” katanya.

Ia menjelaskan, gula misalnya, bisa diolah menjadi Dextrin, produk yang sangat diminati sebagai bahan produksi. Patin dipecah mnjadi glukosa, selanjutnya difermentasi menjadi alkohol atau bahan bioenergi. Alkohol ini bisa difermentasi lagi menjadi MSG (Monosodium Glutamat).

Dalam proses enzimatis, patin dilarutkan dalam air kemudian dipanaskan sampai menjadi gel. Enzim amilase ditambahkan sehingga molekul zat patin mulai terpecah-pecah. Enzim glukoamilase ditambahkan juga sehingga terbentuk glukosa yang rasanya manis.

“Pabrik Ajinomoto ini biasanya butuh bahan ini. Glukosa bisa dirombak lagi menjadi asam amino, bahkan dijadikan sorbitol untuk bahan vitamin C. Sorbitol sangat diminati di luar negeri,” tambahnya.

Ternyata, dari hasil turunan patin dan selulosa, bisa memunculkan kesempatan membuka pabrik dan lapangan kerja baru.

“Kita juga pelajari bahwa dari penurunan glukosa tadi, kita juga mempelajari transfer isotop dari glukosa ke etanol. Proses karakterisasi ini bisa dikembangkan sebagai modal pembuatan bank data pangan. Keuntungannya Kita terbebas dari proses klasifikasi atau pemalsuan yang kadang dilakukan pedagang tingkat nasional dan internasional,” tutupnya.

spot_img

Berita Terkini

Arikel Terkait