MALANGVOICE– Karakteristik topografi Kota Batu berada di wilayah perbukitan dan berkontur miring. Kondisi itu membuat rentan dilanda bencana hidrometerologi, terutama saat menginjak musim penghujan. Berdasarkan data yang dihimpun BPBD Kota Batu, tercatat sebanyak 122 kejadian bencana sepanjang tahun 2024. Intensitas bencana meningkat menjadi 149 peristiwa bencana pada tahun 2025.
Bencana hidrometeorologi seperti longsor dan banjir kerap terjadi. Data yang dihimpun BPBD Kota Batu menyebutkan sepanjang tahun 2024 bencana hidrometeorologi sebanyak 84 persen atau 105 kejadian bencana. Jenis bencana yang dihadapi pada tahun 2025 ini tak jauh berbeda. Rinciannya 57 persen tanah longsor, 11 persen bencana banjir dan 25 persen bencana angin kencang sementara 7 persen lainnya terjadi bencana alam kebakaran hutan dan lahan.
Tembok Pembatas BPSDM Jatim di Jalan Kawi Roboh saat Hujan Deras
Ancaman bencana diprediksi akan terjadi hingga awal tahun 2026. Pengamatan BMKG memproyeksikan curah hujan bakal mengalami peningkatan dampak fenomena La Nina.
“Ini adalah pengingat bahwa kita hidup di wilayah yang berisiko. Kewaspadaan tidak bisa ditawar. Mengacu pada kondisi cuaca dan iklim, kami canangkan Batu Sae Tanggap Bencana,” ujar Wali Kota Batu, Nurochman saat memimpin Apel Kesiapsiagaan Tanggap Darurat Bencana di halaman Balai Kota Among Tani Kota Batu (Selasa, 11/11).
Apel kesiapsiagaan tersebut diikuti lintas sektor sebagai bentuk penguatan upaya mitigasi dan mematangkan rencana kontijensi menghadapi bencana. Nurochman menekankan kolaborasi seluruh komponen kunci untuk memastikan penanggulangan bencana di Kota Batu berjalan efektif, efisien dan terpadu.
Dengan mengusung tema “Mewujudkan Mbatu Sae Tangguh Bencana”, Cak Nur menyampaikan lima arahan strategis sebagai peta jalan penanggulangan bencana. Diantaranya memperkuat sinergi pentahelix. Kolaborasi antara pemerintah, komunitas, dunia usaha, akademisi dan media harus diperkuat untuk menyiapkan sumber daya siaga bencana.
Kedua, membangun kesadaran masyarakat melaluo osialisasi, pelatihan dan simulasi bencana harus digencarkan untuk meningkatkan kapasitas warga sebagai garda terdepan.
Ketiga, menyatukan persepsi dan perencanaan. Perencanaan pengurangan risiko bencana harus kompak dan terintegrasi lintas sektor. Kemudian memperluas komunikasi ke level terbawah, informasi kesiapsiagaan harus sampai hingga tingkat desa dan kelurahan agar tidak ada yang terlewat.
“Kelima, mengaktifkan posko dan sistem peringatan dini. Posko siaga dan sistem peringatan dini di wilayah rawan bencana harus diaktifkan dan dipantau 24 jam,” tegasnya.
Pemkot Batu tidak ingin hanya berwacana. Sejumlah langkah mitigasi konkret telah dijalankan. Pemetaan daerah rawan bencana diperbarui, revitalisasi saluran air dengan box culvert di jalan utama dikerjakan dan susur sungai digelar di 94 titik di sepanjang Sungai Sumberbrantas, Pusung Lading, Glagah Wangi dan Krecek.
Upaya membangun budaya sadar bencana juga digelorakan melalui pelatihan relawan, satuan pendidikan aman bencana dan simulasi tanggap darurat berbasis data.
Hasil dari kerja kolaboratif ini mulai terlihat. Berkat sinergi dengan Forkopimda, ormas, dunia usaha dan masyarakat, indeks risiko bencana Kota Batu berhasil ditekan dari 81,0 pada 2023 menjadi 75,21 di 2024.
“Penanganan bencana tidak boleh lagi bersifat reaktif, tetapi harus berubah menjadi preventif. Kesiapsiagaan dan kesadaran diri adalah kunci agar kita mampu meminimalkan dampak dan korban bila bencana datang,” tuturnya.(der)