MALANGVOICE– Pemkot Batu mengambil langkah strategis untuk menata ulang pengelolaan tempat pemakaman guna menciptakan ketertiban, keseragaman, dan kepastian hukum. Selama ini, pengurusan makam di kota wisata tersebut seringkali diwarnai dengan tumpang tindih lahan dan bentuk makam yang semrawut imbas tidak adanya dasar hukum yang jelas.
Upaya penertiban ditempuh melalui penyusunan Raperda Penyelenggaraan Pemakaman. Raperda ini dirancang untuk menjadi payung hukum yang kuat, memastikan setiap jengkal tanah peristirahatan terakhir warga dikelola dengan rapi, seragam, dan berkeadilan. Proses pembuatan Raperda telah memasuki tahap uji publik yang digelar Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman (Disperkim) Kota Batu, dengan melibatkan para kepala desa, lurah, dan pengurus makam se-Kota Batu.
Kejari Kota Malang Terima Pelimpahan 12 Tersangka Ricuh Aksi 30 Agustus
Kepala Disperkim Kota Batu, Arief As Siddiq, mengungkapkan bahwa selama ini pengelolaan makam berjalan tanpa dasar hukum yang memadai. Hal ini menimbulkan berbagai persoalan teknis dan sosial di lapangan.
“Sebagai contoh, saat ada larangan membuat kijing atau bangunan makam yang berlebihan, kami tidak dapat memberikan sanksi karena dasar hukumnya belum ada,” jelas Arief dalam uji publik Raperda yang digelar beberapa waktu lalu.
Raperda ini nantinya akan menetapkan standar teknis yang jelas, mencakup ukuran dan bentuk makam, larangan penggunaan ornamen berlebihan, serta penataan ulang status kepemilikan lahan makam yang selama ini banyak dikelola desa atau yayasan tanpa tercatat sebagai aset daerah.
“Pemerintah ingin semuanya tertib. Kita akan menata ulang kepemilikan lahan makam agar status hukumnya jelas,” tegas Arief.
Regulasi ini juga diharapkan dapat menjawab persoalan klasik keterbatasan lahan. Arief mencontohkan, lahan makam di Kelurahan Sisir diprediksi akan penuh dalam lima tahun ke depan. Oleh karena itu, Pemkot perlu menyiapkan area baru sekaligus mengatur hak pemakaman bagi warga asli Kota Batu.
“Selama ini belum ada ketentuan pasti. Seringkali warga luar kota dimakamkan di sini, sementara warga Batu yang tinggal di luar juga ingin dimakamkan di kampung halamannya. Hal-hal seperti ini harus diatur untuk menghindari tumpang tindih,” paparnya.
Salah satu poin penting dalam Raperda adalah kewajiban bagi pengembang perumahan untuk menyediakan dua persen dari total luas lahan sebagai Fasilitas Pemakaman Umum (PSU).
“Aturan ini untuk memastikan setiap kawasan hunian memiliki area pemakamannya sendiri. Jangan sampai warga di perumahan baru justru kesulitan ketika menghadapi kematian anggota keluarganya,” jelas Arief.
Pemkot menegaskan bahwa regulasi ini berlaku untuk semua jenis pemakaman, baik Islam, Kristen, Tionghoa, maupun lainnya, dengan standar teknis yang sama tanpa pembedaan.
“Semua diakomodir karena Kota Batu adalah kota yang majemuk. Prinsipnya, pengelolaan harus seragam dan tertib,” imbuhnya.
Dukungan terhadap Raperda ini juga disampaikan oleh Anggota Komisi A DPRD Kota Batu, Khamim Toharib. Ia menilai aturan ini penting untuk mencegah alih fungsi lahan makam dan praktik bisnis yang tidak bertanggung jawab.
“Kota Batu tidak boleh menjadikan makam sebagai komoditas. Perda ini akan menjadi acuan agar pengembang memenuhi kewajibannya. Jangan sampai warga yang berdua justru bingung mencari tempat pemakaman,” tegas Khamim.
Ia menambahkan, dengan adanya Perda ini, tidak akan ada lagi alasan bagi pengembang untuk mengabaikan kewajiban menyediakan lahan pemakaman. Warga pun akan memiliki kepastian dan ketenangan dalam mengurus anggota keluarga yang meninggal.
“Melalui raperda ini, diharapkan persoalan pengelolaan makam yang sering luput dari perhatian dapat ditata dengan lebih manusiawi dan terhormat,” pungkas dia.(der)