MALANGVOICE- Rumah produksi Maxima Pictures berkolaborasi dengan Rocket Studio Entertainment kembali menghadirkan karya terbaru berjudul “Jangan Panggil Mama Kafir”, sebuah drama keluarga penuh emosi yang siap tayang serentak di seluruh bioskop Indonesia mulai 16 Oktober 2025.
Film ini menjadi produksi ke-60 Maxima Pictures, sekaligus bagian dari perayaan ulang tahun ke-21 rumah produksi yang dikenal lewat deretan film populer Indonesia.
Disutradarai Dyan Sunu Prastowo, film ini menyorot kisah tentang cinta, perbedaan iman, dan janji yang melampaui batas keyakinan. Ceritanya berpusat pada Fafat (Giorgino Abraham), putra seorang ustazah, yang jatuh cinta pada Maria (Michelle Ziudith), seorang non-Muslim.
Disparta Kota Batu Gelar Kompetisi Film Pendek Berhadiah Jutaan Rupiah
Meski hubungan mereka sempat mendapat banyak penolakan, keduanya tetap bersatu dan dikaruniai seorang putri bernama Laila (diperankan oleh pendatang baru Humaira Jahra). Namun kebahagiaan itu tak bertahan lama — Fafat meninggal dunia dalam sebuah kecelakaan. Sebelum pergi, ia berpesan agar Maria membesarkan Laila sesuai ajaran Islam.
Dari sinilah perjalanan batin Maria dimulai. Ia berjuang menepati janji sang suami sambil belajar memahami nilai-nilai Islam, menghadapi pandangan sekitar, dan membuktikan bahwa kasih seorang ibu melampaui perbedaan apa pun.
“Buatku, ini adalah bentuk kasih sayang di tahapan yang lain. Cinta seorang ibu tidak mengenal keadaan atau batas,” ujar Michelle Ziudith, yang mengaku peran Maria membuatnya kembali merenungkan hubungan pribadinya dengan sang ibu.
Ia pun mengaku, mendalami peran ibu di film Jangan Panggil Mama Kafir memberikan banyak pengalaman. Meski ia belum pernah menjadi ibu di dunia nyata, namun perjuangan ibu yang sebenarnya sungguh berat. Apalagi yang berjuang sendirian tanpa ada sosok seorang ayah.
“Saya akhirnya merasakan jadi seorang ibu, itu pengalaman luar biasa. Di film itu saya seperti double job karena sekaligus posisikan sebagai ayah,” ujarnya.
“Aku aja belum punya anak tapi pasti aku akan melakukan apapun demi anak kita. Saya paham jadi ibu tidak mudah, mereka hebat dan film ini didedikasikan untuk ibu yang berjuang,” Michelle menambahkan.
Sementara itu, Giorgino Abraham melihat film ini sebagai ruang refleksi.
“Iman harus kita pegang utuh, tapi cinta juga perlu dilihat dengan logika. Kita harus belajar menghargai keputusan orang lain dalam memeluk keyakinannya,” ungkapnya.
Dari sisi produksi, Yoen K selaku produser Maxima Pictures menegaskan bahwa film ini bukan film religi, melainkan film keluarga yang berakar pada nilai kemanusiaan.
“Cerita ini terinspirasi dari kisah nyata yang banyak terjadi di masyarakat kita. Film ini tentang hubungan ibu dan anak yang penuh toleransi,” jelasnya.
Menutup perbincangan, Michelle berharap film ini bisa menyentuh hati penonton.
“Semoga hati penonton terasa hangat setelah menonton, dan mereka teringat pada para ibu yang berjuang sendirian — mencintai tanpa syarat, bahkan ketika dunia tak selalu memahaminya,” ujarnya.(der)