MALANGVOICE– Dana transfer daerah di tahun 2026 bakal dipangkas sebagai bentuk efisiensi anggaran pemerintah yang dituangkan dalam Inpres nomor 1 tahun 2025. Situasi ini menuntut pemerintah daerah untuk merasionalisasi pengelolaan keuangan daerah. Serta mengoptimalkan sumber-sumber pendapatan agar bisa menciptakan kemandirian fiskal.
Pada tahun 2025 lalu, dana transfer daerah yang diterima Pemkot Batu sebesar Rp764,3 miliar atau berkisar 70-75 persen dari postur APBD. Pada tahun 2026, pemerintah pusat bakal memangkas dana transfer daerah ke Pemkot Batu sebesar Rp168 miliar. Diperkirakan kucuran anggaran yang didapat Pemmkot Batu sebesar Rp596,3 miliar.
Diterpa Dugaan Korupsi, Dirut RSUD Karsa Husada Klaim Pembangunan Sesuai Prosedur
Wali Kota Batu, Nurochman mengatakan, pemangkasan dana transfer bukan menjadi soal. Lantaran Pemkot Batu beriorientasi mengoptimalkan potensi pendapatan asli daerah (PAD). Sehingga ada kemandirian fiskal agar mengurangi ketergantungan pada dana pemerintah pusat. Sekalipun, situasi ini menjadi tantangan bagi Pemkot Batu karena kemandirian fiskal berkisar 25 persen dan selebihnya 75 persen masih bergantung pada anggaran pemerintah pusat.
“Memang sedari awal, kami berkomitmen mengurangi ketergantungan daerah terhadap dana pusat,” ujar Cak Nur.
Langkah konkret dilakukan dengan pendataan ulang wajib pajak (WP) dan penertiban pengusaha yang kurang patuh dalam membayar kewajiban pajaknya. Selain itu, pemkot juga memperluas akses dan kemudahan investasi di berbagai sektor. Meski begitu, Cak Nur mengaku tengah merancang pembatasan penggunaan lahan investasi dan pemetaan ulang sektor investasi potensial di Kota Batu.
Kebijakan itu akan dituangkan dalam perda yang sedang dikebut pembahasannya tahun ini. Tujuannya bukan untuk membatasi investor, tapi justru menciptakan hubungan timbal balik yang sehat antara dunia usaha, pemerintah dan masyarakat.
“Kami ingin membangun simbiosis mutualisme antara investor dan masyarakat. Itu sekaligus menjadi optimisme kami untuk mengejar target PAD tahun depan,” jelasnya.
Lebih lanjut, menurunnya dana transfer juga bertepatan dengan munculnya inisiatif baru pemkot dalam memperkuat creative finance. Salah satunya lewat pembentukan Forum Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Badan Usaha (TJSLBU) yang resmi berdiri pada 30 September lalu. Forum ini menjadi wadah koordinasi pelaku usaha dalam menyalurkan dana Corporate Social Responsibility (CSR) agar lebih terarah dan memberi dampak nyata bagi masyarakat Batu.
Awalnya, forum ini dibentuk untuk mendukung program Beasiswa 1.000 Sarjana, agar tidak seluruhnya bergantung pada APBD. Namun ke depan, perannya diperluas untuk membantu berbagai sektor pembangunan. Langkah tersebut juga sejalan dengan UU Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal dan Permensos Nomor 9 Tahun 2020 tentang TJSLBU.
“Forum TJSLBU ini bisa mengarahkan dana CSR ke banyak sektor, seperti lingkungan, UMKM, olahraga, hingga pendidikan,” terang Cak Nur.
Meski harus menyesuaikan diri dengan menurunnya dana transfer, Pemkot Batu memastikan belanja prioritas tidak akan dikorbankan. Belanja sektor kesehatan, pendidikan dan infrastruktur dipastikan tetap berjalan sesuai amanat mandatory spending.
Cak Nur menegaskan, tahun 2026 akan menjadi tahun pembuktian sejauh mana kota wisata ini bisa berdiri di atas kaki sendiri secara fiskal. Jika upaya penguatan PAD, pembenahan investasi dan sinergi CSR berjalan beriringan, bukan tak mungkin Kota Batu justru menemukan momentum baru menuju kemandirian ekonomi daerah.
“Efisiensi iya, tapi jangan sampai pelayanan publik ikut terganggu. Kami akan pastikan tiga sektor itu tetap aman,” katanya.(der)