Diduga Tipu Ratusan Pegawai, KPRI UIN Malang Tawarkan Proyek Perumahan Fiktif

MALANGVOICE– Situasi ketidakpastian menyelimuti ratusan calon user yang mengimpikan memiliki rumah baru. Mereka merasa ditipu pihak Koperasi Pegawai Republik Indonesia-Universitas Islam Negeri Maliki (KPRI-UIN Malang). Pasalnya pihak koperasi pegawai itu menggulirkan program pembangunan perumahan bersubsidi sejak 2017 lalu di Dusun Precet, Desa Sumbersekar, Kecamatan Dau, Kabupaten Malang.

Meski begitu, proyek perumahan tersebut belum ada wujudnya hingga saat ini. Bahkan di objek lahan itu masih berupa tanah kosong tanpa ada satupun rumah yang dibangun. Padahal ratusan calon user sudah membayar uang muka dengan nilai puluhan hingga ratusan juta. Mereka antusias mengucurkan uang muka dengan nilai besar karena diiming-imingi oleh koperasi pegawai. Pihak koperasi menjanjikan rumah akan dibangun jika uang muka dilunasi.

Karena tak ada kejelasan, para calon pembeli itu menanyakan progres perumahan ke pihak koperasi pegawai, namun tak ada tanggapan. Merasa gundah menunggu hal yang tak pasti, mereka menuntut agar pihak koperasi mengembalikan uang muka yang telah dibayarkan. Totalnya ada sebanyak 235 calon pembeli yang telah menyetorkan uang muka. Mayoritas dari mereka adalah pegawai internal UIN Maliki Malang.

“Tidak banyak yang diharapkan, hanya ingin uang muka milik kami dikembalikan. Apalagi uang tersebut dikumpulkan susah payah, lah malah kena tipu,” tutur salah satu pegawai yang enggan disebutkan namanya.

Awalnya para korban berniat menyetorkan uang muka setelah pihak koperasi pegawai mempromosikan rencana pembangunan perumahan pada 2017 lalu. Dalam menjalankan proyek tersebut pihak koperasi pegawai bekerja sama dengan developer. Selanjutnya rencana itu disosialisasikan kepada para pegawai UIN Maliki Malang. Supaya para pegawai tertarik, pihak koperasi menawarkan promosi berupa subsidi, walaupun realisasinya masih menggantung hingga kini.

Polemik tersebut lantas mengundang perhatian dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum (YLBH) dan Aliansi Mahasiswa Masyarakat Peduli Malang Raya (Ammpera). Kelompok ini bergerak setelah mendapat pengaduan dari puluhan calon pembeli yang terjebak janji manis KPRI UIN Maliki Malang yang diduga menawarkan proyek perumahan fiktif. Apalagi, lahan yang ditawarkan untuk pembangunan kawasan hunian tersebut kepemilikannya masih milik warga setempat, bukan atas nama koperasi atau pihak developer. Atas perkara itu, total kerugiannya menembus hingga Rp19 miliar.

Ketua Umum Ammpera, Rifqy mengatakan, target pasar yang disasar mayoritas pegawai internal UIN Maliki Malang. Para calon pembeli itu telah membayar uang muka untuk pembangunan rumah dengan luas bervariasi, mulai dari ukuran 6 meter x 12 meter maupun 7 meter x 13 meter. Pada 2017 lalu, harga rumah yang dijual berkisar Rp300 juta dengan subsidi Rp48 juta. Sementara tanah kavling seluas 6×12 meter dibanderol harga Rp103 juta dengan subsidi Rp20 juta. Selanjutnya tanah kavling seluas 7×13 meter dipatok harga Rp134 juta dengan subsidi Rp25 juta.

“Memang target pasarnya mayoritas pegawai internal, hanya sebagian kecil masyarakat eksternal. Pastinya dalam persoalan ada keterlibatan pimpinan universitas, dalam hal ini rektor, sekalipun yang menawarkan KPRI. Tidak mungkin KPRI bertindak tanpa persetujuan rektor,” tukas Rifqy.

Ia mengatakan, YLBH dan Ammpera membuka posko pengaduan bagi pihak-pihak yang dirugikan KPRI UIN Maliki Malang atas dugaan penjualan tanah kavling dan perumahaan fiktif. Karena ada indikasi perkara ini mengarah pada delik penipuan dan pengelapan. Diduga polemik ini ada keterlibatan dan intervensi dari Rektor UIN saat ini yang sebelumnya menjabat sebagai wakil rektor II.

“Karena wakil rektor II penangung jawab aliran dan pengolaan keuangan yang ada di UIN Malang. Tidak mungkin jika KPRI UIN Malang secara langsung mengambil keputusan demikian tanpa keterlibatan dan intervensi dari pimpinan universitas,” imbuh dia.

Ia menyayangkan, kasus tersebut dilakukan oleh lembaga di bawah naungan perguruan tinggi Islam. Terlebih dalam transaksi setoran uang muka itu tidak tunduk pada mekanisme dan peraturan perundang-undangan yang ada, seperti transaksi antara konsumen dan pengembang tidak disertakan dokumen perjanjian pengikatan jual beli. Mengingat ratusan calon user telah menyetorkan uang muka melalui transfer maupun tunai kepada pihak koperasi pegawai. Meski selama delapan tahun mereka menanti, rumah yang diidamkan tak kunjung diwujudkan.

“Kami bersedia membuka posko pengaduan untuk memberikan bantuan hukum agar hak-hak para korban dipulihkan. Mengingat ada dugaan unsur penipuan dan penggelapan yang dilakukan KPRI UIN Malang,” tandasnya.

Permintaan konfirmasi mengenai perihal tersebut telah dikirimkan kepada Rektor UIN Malang maupun pengurus KPRI UIN Malang. Namun belum mendapat tanggapan hingga berita ini ditayangkan.(der)

Berita Terkini

Arikel Terkait