Mekanik Moral Semakin Berat

Oleh: Naim M.Pd

Kita sebagai insan pendidik memiliki tanggung jawab yang sangat besar, tanggung jawab selain mentransfer pengetahuan (knowledge), moral (ahlak) juga sikap (attitude) kepada peserta didik agar kelak mereka menjadi generasi penerus bangsa yang unggul dan berkarakter baik, sehingga dengan generasi yang unggul dan memiliki karakter yang baik “generasi old” merasa tidak khawatir tentang masa depan bangsa ini, faktanya memang cukup miris, membuat pemerharti dan pegiat pendidikan menangis, karena merasa gagal dalam mendidik moral yang selama ini telah ditanamkan pada peserta didiknya.

Kekhawatiran para pendidik mengenai moral generasi penerus dan masa depan bangsa ini sangat mendasar, betapa tidak beberapa tahun terakhir banyak anggota legislatif, yudikatif bahkan eksekutif yang melakukan tindakan melawan hukum, beberapa diantaranya ialah (1) kasus korupsi Jiwasraya, (2) kasus korupsi Asabri, (3) kasus korupsi pembelian gas bumi Sumsel, (4) kasus korupsi Djoko Tjandra dan jaksa Pinangki, (5) kasus korupsi berjamaah yang dilakukan angota DPR Kota Malang, (6) kasus korupsi Bupati Penajam Paser Utara, dan yang terbaru dan sangat mengejutkan masyarakat Indonesia adalah (7) korupsi minyak goreng dan masih banyak lagi.

Dalam situasi begini, bisa-bisanya pejabat negara tega melakukan tindakan korupsi dan implikasinya jelas sangat dirasakan oleh masyarakat Indonesia, bahkan ada beberapa warga yang meninggal gara-gara mengantri untuk mendapatkan minyak goreng.

Dengan kasus korupsi di atas, jelas menambah cerita panjang tentang kebobrokan moral pejabat di Negara Indonesia, kalau kita flashback ke belakang seakan-akan tindakan pidana korupsi ini tidak akan pernah ada habisnya dari negeri Indonesia ini, mereka tidak pernah jera dan parahnya lagi mereka tidak merasa malu ketika ditetapkan tersangka, mereka masih bisa tersenyum seolah mereka bangga dengan perbuatannya.

Fenomena di atas menyadarkan para pendidik, betapa beratnya menjadi mekanik moral di Indonesia, sejujurnya nilai-nilai moral, memiliki budaya rasa malu, sifat jujur yang telah ditanamkan sejak anak-anak atau bahkan sejak berada dalam kandungan juga telah dilakukan oleh para orangtua, namun semua itu terasa sirna dan sia-sia saja ketika melihat tingkah laku para pejabat negara mengeyampingkan moral dan budaya malunya demi memperkaya diri dengan merampas dan mengorbankan rakyat kecil sebagai tumbal keserakahan mereka.

Dari sini para pendidik akhirnya juga sadar, bahwa untuk memperbaiki moral demi masa depan yang gemilang itu tidak hanya cukup dengan mendepankan moral generasi bangsa, namun harus diimbangi dengan seperangkat hukum yang mengikat kepada semua rakyat Indonesia dan tentu saja aplikasi dari seperangkat hukum itu tidak tebang pilih, tidak memandang si kaya dengan si miskin, rakyat kecil dengan pejabat, rakyat yang buta huruf dengan pejabat yang pakar hukum maupun yang lainnya. siapa dan apapun jabatannya maka harus diperlakukan sama, karena jika ada perbedaan perlakuan sedikit saja bagi pelaku tindak kejahatan maka bisa dipastikan kejahatan di atas muka bumi ini tidak akan pernah tuntas.

Penulis tidak berlebihan jika mengatakan hukum di Indonesia itu tumpul ke atas dan tajam ke bawah, semua orang pasti tahu jika orang yan beruang hukumannya pasti lebih ringan dibandingkan denan masyarakat kecil, dari segi fasilitas yang diberikan oleh lembaga permasyarakatan pun juga berbeda antara pelaku korupsi dengan pelaku pencurian kayu yang dilakukan oleh masyarakat kecil. Para koruptor bebas menikmati berbagai fasilitas mewah dalam penjara, bahkan ada yang mengatakan wajar saja pelaku korupsi di Indonesia tidak pernah tuntas, karena saat masuk penjara pun mereka seolah-olah hanya pindah kamar tidur, secara hukum mereka memang status tahanan namun para koruptor tetap bebas tertawa dengan segala fasilitas yang mewah.
kalau saja ketegasan para penegak hukum di Indonesia tidak dapat dibeli tentu saja ada efek jera pada mereka, sehingga mereka akan takut untuk melakukan kejahatan yang serupa dan bagi pejabat yang lain akan berfikir banyak kali jika akan melakukan kejahatan seperti yang dilakukan para pendahulunya. Jika itu benar-benar terjadi maka tugas para pendidik moral kepada generasi bangsa ini tentu lebih ringan karena mendapat dukungan penuh khususnya dari penegak hukum.

Namun demikian, perjuangan pendidik moral akan terus berusaha dan berjuang untuk membumikan “moral dan budaya malu” agar moral tidak punah dari peradaban manusia, karena jika moral telah punah maka negara itu sudah berada diambang kehancuran, karena jika moral tidak ada maka yang berlaku ialah hukum rimba, siapa yang kuat maka dia yang berkuasa, dan saat ini sudah ada tanda-tanda menuju kearah itu. Untuk itu para mekanik moral jangan pernah menyerah untuk terus belajar dan berjuang agar kelak orang-orang yang bermoral ini bisa menggantikan pejabat yang saat ini tidak memiliki moral.

Profil penulis
Naim, M.Pd (dosen Pendidikan Ekonomi Universitas PGRI Kanjuruhan Malang)
Dewan Pertimbangan HMPS Pend. Ekonomi Universitas PGRI Kanjuruhan Malang.
Sekjen Yayasan Putra Khatulistiwa Malang (YPKM).
Sekretaris IARMI Dewan Pimpinan Kota Malang.
Owner Konveksi Wira@lhamd Malang.