MALANGVOICE – Pemilik atau pembeli apartemen dan kondotel di Malang City Point (MCP) diliputi rasa gelisah.
Mereka yang secara resmi membeli dengan bukti-bukti yang sangat minim khawatir apartemen dan kondotel yang mereka beli disita bank.
Karena itu mereka berharap persoalan antara investor PT Graha Mapan Lestari (GML) selaku pengembang apartemen/kondotel MCP tidak sampai mengikutsertakan kepemilikan apartenen/kondotel.
Baca juga: Persema Pastikan Seluruh Komponen Tim Bersih dari Pengaturan Skor
Persoalan ini mencuat menyusul pernyataan pailit oleh PT Bank Tabungan Negara (BTN) sebagai kreditor atas PT GML selaku pengembang MCP.
Hal itu, didasari putusan Pengadilan Niaga Surabaya Nomor 3/Pdt-Sus-PKPU/2021/Pn-Niaga-Surabaya pada 9 November lalu.
Kini kurator dalam tahap proses verifikasi untuk melakukan pelelangan pada bangunan A
Apartemen dan kondotel tersebut.
Perwakilan pemilik kondotel atau apartemen di MCP, Eva Salman menyampaikan, kekhawatiran dalam proses lelang yang dilakukan nanti akan mengikutsertakan properti yang sudah dibeli sekitar 145 orang.
“Di sini ada sekitar 145 pembeli apartemen dan jondotel, dan 99 persen sudah membayar hingga lunas dengan harga properti yang bervariasi tiap unit,” ujarnya Kamis (18/11).
Baca juga: Menjelang Akhir Tahun, Stok Beras di Kota Malang Aman dan Harga Masih Stabil
Meski hampir keseluruhan telah lunas untuk pembayaran, sejumlah pembeli atau user apartemen dan kondotel tetap khawatir karena hanya memiliki berkas Perjanjian Pengikat Jual Beli (PPJB) untuk kwitansi. Ada juga beberapa pembeli yang hanya punya bukti transfer.
Eva menduga berkas-berkas yang seharusnya diterima pembeli properti tak kunjung diberikan karena digunakan untuk agunan utang.
“Ada yang dimainkan oleh manajemen PT GML. Mereka jelas tidak memenuhi hak para pembeli, malah menjadikan unit yang terjual sebagai agunan. Ini sebuah kecurangan,” tegasnya.
Dengan menunjukkan situasi seperti itu, Eva berharap PT BTN tidak mengikutsertakan properti pembeli dalam pelelangan nanti.
“Semoga (properti) tidak ikut dijual atau dilelang. Itu yang kami perjuangkan dan ini juga sudah kami tempati jangan sampai dilelang,” kata dia.
Sementara itu, Eva juga menduga kepailitan diakibatkan GML tidak bisa membayar utang ke tiga kreditur, yakni PT BTN, kreditur Preferen dan Kreditur Konkuren.
“Jumlah utang GML tercatat sementara sampai akhir 2021 sekitar Rp270 miliar. Sementara aset PT GML berupa tanah, gedung mall dan ruang usaha dan beberapa sisa unit apartemen yang belum terjual Rp 326,7 miliar,” terangnya.
Selain itu, faktor kelalaian pada Direksi PT GML juga diduga menjadi salah satu penyebab kepailitan.
“Misalnya dengan sengaja menyalahgunakan kredit untuk keperluan pribadi, sengaja menjaminkan aset yang dijual secara tidak transparan. Ini kejadian yang berpotensi terjadi di PT GML,” tandasnya.
Sementara itu, saat media mendatangi audiensi yang dilakukan pihak PT GML dan pemilik properti, pihak media diarahkan untuk tidak meliput karena kegiatan itu merupakan forum tertutup.(end)