MALANGVOICE – Pengamat politik dari Universitas Brawijaya (UB) Malang, Wawan Sobari mengatakan bahwa, aksi unjuk rasa yang berujung kericuhan di berbagai daerah Indonesia hanya akan berakhir, jika Presiden Jokowi mencabut Revisi UU KPK.
Ia menyebut eskalasi ini mirip dengan masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono atau yang kerap dikenal SBY. “Pelemahan KPK bukan sekarang saja, tetapi terjadi pada era SBY. Dan di era Jokowi ini juga sempat terjadi beberapa tahun lalu,” katanya belum lama ini.
Pada pemerintahan SBY pun pelemahan KPK sempat dibatalkan. Wawan juga menjelaskan, kala itu, SBY dan DPR periode 2009-2014 menghadapi penolakan keras dari masyarakat terkait ketentuan pemilihan kepala daerah lewat DPRD dalam undang-undang pilkada.
“Sebenarnya mulai presiden siapa pun sejak KPK diundangkan tahun 2002, ketika ada upaya-upaya pelemahan itu, tidak pernah berhasil. SBY juga membatalkan. Ini sebenarnya bukan usulan yang baru,” ungkapnya.
Kemudian SBY mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) yang membatalkan ketentuan pemilihan kepala daerah lewat DPRD, dan dikembalikan lagi untuk dipilih langsung oleh rakyat.
“Dulu masyarakat protes karena ketentuan itu dianggap mencederai demokrasi atau mengambil kedaulatan rakyat untuk memilih langsung kepala daerah” paparnya.
Sementara yang jadi persoalan, yakni syarat mengeluarkan perppu. Sedangkan, perppu dikeluarkan pada saat-saat genting. Tentu hal ini berkaca pada situasi dan kondisi Indonesia saat ini, apakah publik sudah merasa kondisi ini sudah sangat genting?
“Kalau pun saya ditanya, pasti saya jawab ini sudah genting. Sebab, tuntutannya ini sudah masif, kemudian juga terus-menerus, konsisten, tidak ada jeda, dan isu juga relatif sama,” tegasnya.
Belajar dari pengalaman SBY, aksi massa diperkirakan tidak akan berhenti hingga presiden benar-benar mengeluarkan perppu. “Lha yang lain kan sudah ditunda, yang belum berhasil dan sekarang dituntut terutama oleh mahasiswa kan sebenarnya adalah menerbitkan perppu untuk mengembalikan Undang-Undang KPK,” jelasnya.
Kembali dengan KPK, Wawan mencontohkan seperti Populi Center yang merilis hasil survei evaluasi lembaga negara di Indonesia. Hasil survei itu menunjukkan bahwa KPK dipilih responden sebagai lembaga dengan kinerja terbaik. Bahkan, diniliai menjadi lembaga yang paling dipercaya, baik kinerja maupun kepercayaan publik, yang diyakini dapat menegakkan demokrasi.
“Seperti control of corruption atau pengendalian terhadap korupsi adalah salah satu indikator tata kelola pemerintahan yang baik. Jadi, eskalasi ini sebenarnya memang kekecewaan masyarakat. Dan demonstrasi ini salah satu jalan terakhir,” pungkasnya. (Der/Ulm)