Festival Serabi Suro Siap Sajikan Serabi Seribu Rasa

Poster kegiatan Festival Serabi Suro 2019 yang digelar Dinas Pariwisata (Disparta) Kota Batu bersama Kelurahan Dadaprejo.
Poster kegiatan Festival Serabi Suro 2019 yang digelar Dinas Pariwisata (Disparta) Kota Batu bersama Kelurahan Dadaprejo.

MALANGVOICE – Menikmati makanan tradisional Serabi mungkin sudah biasa. Tapi, bagaimana bila menikmati sensasi ribuan serabi dengan ribuan rasa? Tentunya bikin ngiler dan ingin mencoba satu persatu.

Dinas Pariwisata Kota Batu bersama Kelurahan Dadaprejo kembali menggelar Festival Serabi Suro 2019. Digelar selama dua hari yaitu 12-13 September. Ribuan serabi itu akan tersaji di Dusun Dadaptulis, Kelurahan Dadaprejo, Kota Batu.

Dibuka dengan digelarnya Kirab Tumpeng Serabi Suro, Gending Pujomontro, Selamatan Serabi, Gebyar Seni Tari, Wayang Kulit (Dalang Bocah) dan Ludruk Anak menjadi sajian pembuka pada Kamis (12/9) besok.

Selanjutnya Bantegan, Gebyar Seni Tari, Jaran Kepang, dan Rampak Barong akan menjadi hiburan pada Jumat (13/9).

Plt. Kepala Dinas Pariwisata (Disparta) Kota Batu Imam Suryono, mengatakan kegiatan tersebut merupakan salah satu kegiatan budaya yang sudah lama bersemi di daerah tersebut.

“Sesuatu yang khas dan menjadi budaya dalam satu daerah harus selalu diangkat. Apalagi festival seperti ini jarang ada di daerah lain,” ujarnya.

Apalagi serabi merupakan salah satu simbol yang selalu ada saat selamatan di dusun tersebut. Serabi tersebut disuguhkan dengan beragam toping.

“Ya, beragam varian rasa seperti cokelat, keju, nangka, kacang dan kelapa. Bahkan ada juga yang dicampur dengan tumis tempe dan kuah santan yang dipadu dengan gula merah,” terangnya.

Sementara, Panitia Festival Serabi Suro, Harmoko menambahkan festival ini digelar setiap Suro tepatnya pada Kamis Kliwon. Tujuannya untuk melestarikan tradisi yang sudah dilakukan sejak dulu.

“Festival ini dilakukan setiap Kamis Kliwon saat Suro. Karena memang ini sebuah tradisi yang dulunya juga digelar setiap Kamis Kliwon,” imbuhnya.

Ia memaparkan, festival ini bermula dengan sejarah dari serabi suro di Dusun Dadaptulis Dalam. Awalnya adalah selamatan jenang suro untuk menyambut datangnya bulan suro.

“Budaya ini dilakukan bertahun-tahun, kemudian pada tahun 1892 terjadi kemarau pajang dan menyebabkan paceklik. Cadangan pangan yang ada di lumbung dibagikan ke warga tidak mampu untuk dibuat jenang suro,” ungkapnya.

“Nah, kala itu datanglah seorang ulama memberikan saran, supaya persedian pangan bisa cukup dan dalam waktu yang agak panjang disarankan selamatan serabi saja toh tidak mengurangi kesakralanya. Akhirnya kepala desa dan perangkat, serta tokoh masyarkat setuju,” tutupnya.

Oleh sebab itu, setiap tahun di bulan Suro diadakan selamatan serabi. Tetapi masyarakat masih banyak yang selamatan dengan membuat jenang suro.

Hingga tahun 1902 terjadilah kemarau panjang, sehingga kepala desa mengumpulkan warga lagi dan memanggil ulama yang memberi saran sebelumnya.

Dan ternyata dia adalah salah satu bedah krawang kelurahan ini. Akhirnya ditetapkan setiap bulan suro slamatan srabi (srabi suro) yang dilengkapi dengan juroh yang terbuat dari santan yang diberi gula merah sebagai pelengkap srabi.

Menurut dia, serabi (saronone rabi) penyajiannya harus satu paket yang melambangkan sepasang (pria dan perempuan). Juroh (pembuatannya dari santen dan gula merah, santan dan gula merah melambangkan dilahirkan dari kedua orangtua.

Penasaran bukan dengan Festival Serabi Suro? Yuk, saksikan dengan kerabat atau keluarga Anda.(Hmz/Aka)