MALANGVOICE – Inovasi Desa Baturetno ini patut ditiru. Agar kualitas produk perkebunan kopi meningkat, desa di Kecamatan Dampit Kabupaten Malang ini terapkan aturan khusus.
Ya, aturan itu tertuang resmi dalam Peraturan desa (Perdes) Nomor: 180/06/35.07.05.2004/2016. Poin penting dalam aturan tersebut salah satunya, pengaturan masa petik dan pengolahan hasil yang menggunakan teknologi tepat guna. Selebihnnya, tujuan utama perdes untuk meningkatkan kualitas penen kopi. Program kelanjutannya adalah penggunaan teknologi tepat guna untuk mengefisienkan dan mengefektifkan proses pengelolaan kopi pascapanen.
Koordinator Pendamping Desa (PD) Kecamatan Dampit Moch. Sutanto menjelaskan, bahwa Desa Baturetno merupakan salah satu sentra perkebunan kopi di kawasan Kecamatan Dampit. Perkebunan ini merupakan warisan zaman Pemerintahan Belanda. Karenanya, Kecamatan Dampit, khususnya Desa Baturetno memiliki hasil kopi dengan cita rasa yang khas.
“Masalahnya, hasil kopi selalu mendapat harga yang tidak seimbang. Petani kopi kerap rugi. Hal ini disebabkan oleh hasil panen kopi Baturetno belum mampu bersaing dari sisi kualitas,” kata pria akrab disapa Tanto ini kepada MVoice.
Tidak hanya itu, lanjut dia, petani masih memanen kopi secara sembarangan. Sehingga berdampak pada hasil kopi yang asal panen. Berdasarkan fakta tersebut, maka muncul gagasan di Desa Baturetno, bahwa tata kelola panen kopi harus diubah, dan pasca panennya harus ditangani menggunakan teknologi tepat guna (TTG).
“Atas dasar gagasan ini, muncul peraturan desa (perdes) yang mengatur petik buah kopi, agar kualitas hasil kopi baik dan bercita rasa khas. Serta program-program penguatan yang mengarah pada pengelolaan kopi pascapanen,” sambung dia.
Sebelum perdes diketok, lanjut dia, dilakukan musyawarah bersama petani Desa Baturetno. Utamanya membahas tentangn tata kelola panen kopi. Musyawarah lantas menyepakati setiap petani harus memanen kopinya yang biji merah saja (petik merah). Musyawarah juga merumuskan hukuman apabila tidak dilakukan, petani mendapatkan sanksi.
Kemudian diberlakukan sistem buka- tutup perkebunan kopi, yakni jadwal masuk kebun kopi jam 06.00 sampai 15.30 WIB. Sedangkan siklus bulanannya 15 hari buka, dan 10 hari tutup selama masa panen. Bahkan untuk itu, ada petugas khusus yang melakukan pengamanan dengan mengerahkan Linmas desa setempat. Dicontohkannya, jika ditemukan petani memetik kopi di luar ketentuan tersebut, Linmas akan melakukan teguran.
“Hasilnya pola panen petik kopi merah saat ini menjadi kesadaran masyarakat, dan menghasilkan kualitas kopi yang tinggi. Hasil panen kopi meningkat. Bahkan sistem ini juga dijalankan di desa lain seperti Desa Srimulyo dan Sukodono. Kemudian dibentuk Asosiasi Petani Kopi Sridonoretno (SDR),” urai alumnus Universitas Negeri Malang ini.
Apa yang sudah diterapkan Desa Baturetno ini diharapkan dapat terus diterapkan dengan maksimal.
“Rekomendasi juga agar ada penguatan jaringan pemasaran melalui pembentukan koperasi tani maupun BUMDesa oleh pemerintah desa,” pungkasnya.(Hmz/Aka)