MALANGVOICE – Atas pengarahan dari Komandan CMK Malang, Mayor Wiyono, pasukan PGI (Pasukan Gerilya Istimewa) dengan semangat yang kembali menyala, dikonsolidasikan dan disusun kembali dengan kekuatan seksi-seksi menjadi Pasukan Untung Suropati 18 (PUS 18) dengan Komandan Sukardi (N. Sugiyama) berpangkat Kapten. Seksi I dipimpin oleh Umar (T. Maekawa), Seksi II dipimpin Peltu Jupri, dan Seksi III dikomandani Letnan Arti Jawak. Mereka menjadi pasukan terotorial di bawah komando militer daerah Malang dengan wilayah operasi Semeru Selatan.
Sementara itu, didorong ambisinya menduduki Kota Dampit, pasukan Belanda memperkuat intensitas patroli, melakukan provokasi dan teror terhadap penduduk untuk menurunkan semangat juang rakyat. Mereka membentuk pasukan khusus IVG yang melakukan tugas spionase. Dengan aktivitas tinggi mereka memperbaiki jembatan dan jalan-jalan yang dihancurkan oleh pasukan gerilya.
PUS 18 (Pasukan Untung Suropati 18) bergerak dari Wonikitri menuju Gunung Kelop yang ditetapkan sebagai pangkalan persiapan (Februari 1949) dan dibuatlah perbentengan di sana. Stelling dilakukan dan dikirim satu regu penyelidik ke jurusan Sumber Kembar. Berdasarkan informasi yang didapat, Regu Keiki Kanjue (senapan mesin ringan) dan regu senapan dari Seksi I dan Seksi II bergerak turun menuju Sumber Kembar lalu meringsek masuk ke Kota Dampit.
Di pertigaan jalan besar dekat pasar, dilakukan penembakan terhadap musuh dan menewaskan dua serdadu Belanda. Terjadi pertempuran sengit ketika pasukan Belanda yang lain keluar dari pasar dan mereka juga segera mendapat bantuan dari Pamotan. Pasukan PUS 18 terpaksa mundur sementara musuh terus mengejar dengan persenjataan berat. Tak terduga, dua juuki dan tekidanto dari atas Gunung Kelop membantu menembaki pasukan Belanda yang kemudian bergerak mundur. Dalam pertempuran 40 menit itu, gugur dua prajurit PUS 18 dan tewas 25 serdadu Belanda.
Beberapa hari kemudian PUS 18 menguasai Sedayu dan Banjarpatoman. Didapatkan informasi bahwa pasukan Belanda sedang bergerak menuju Ngelak dan Amadanom. Pasukan gerilya segera mendaki Gunung Pandan Asri dan mengadakan stelling di saat musuh mendekati ujung kampung Banjarpatoman. Ternyata pasukan Belanda bermaksud mengurung dari balik bukit dan memancing dengan melepaskan tembakan-tembakan. PUS 18 sengaja berdiam diri untuk merahasiakan posisi dan menghemat persediaan amunisi. Menurut informasi, pasukan Belanda berkekuatan satu setengah kompi bersenjata juuki, pistol mitralyur, dan dikuti pasukan genie dan telegrafi, serta tentara Cakra yang ditarik dari Bali.
Pada pukul 08.00 pagi di saat pasukan Belanda masuk dalam jarak tembak, PUS 18 menembak dengan serentak dan pertempuran pun berlangsung hampir 3 jam. Persenjataan yang minim dan persediaan amunisi yang menipis menyebabkan PUS 18 menghentikan serangan. Pasukan Belanda menghentikan tembakan pula karena mengira pasukan gerilya bergerak mundur. Siangnya, mereka mengangkut mayat-mayat dan korban yang terluka, bergerak melalui Amadanom, melewati lembah sungai menuju Dampit.
Esok harinya, pasukan Belanda mendatangkan bala bantuan untuk menghancurkan sarang gerilya di Banjarpatoman. Dengan mendatangkan pesawat tempur, mereka segera meratakan wilayah pertempuran di seputar bukit Pandan Asri. Namun, PUS 18 menduga hal itu dan telah meninggalkan wilayah tersebut.
Pertempuran Wonokoyo boleh disebut sebagai pertempuran terbesar di wilayah Semeru Selatan. Akibat tewasnya komandan mereka di awal pertempuran menjadikan pasukan Belanda kebingungan. Belum lagi terbunuhnya tiga opsir dan 30 orang lebih terluka. Di pihak PUS 18, gugur 3 prajurit dan 3 penduduk sipil. Dari pertempuran itu, PUS 18 berhasil memperoleh rampasan pistol mitralyur, Karaben beserta 300 butir pelurunya, tempat peluru lengkap dan 3 mortier.
Untuk merebut kembali Kota Dampit, Markas Gerilya (MG) III/SMK Malang merencanakan penyerangan terhadap Kota Dampit pada 27 Juli 1949. Pukul 05.45 tembakan pertama dilakukan dengan tekidanto untuk komando dimulainya serangan. Tetapi tembakan mortier yang dilakukan tidak berhasil, pasukan senjata ringan pun bergerak hingga jarak dua ratus meter dari markas pasukan Belanda. Pukul 08.30 pagi seluruh pasukan gerilya mundur dan berkumpul di Gadung Sari lalu bergerak ke Ampel Gading.
Belanda bermaksud mengerahkan bala bantuan dari Sedayu tetapi terkendala berbagai rintangan jalan yang dilakukan oleh pasukan Macan Putih Talok. Di pihak Belanda jatuh korban 24 tewas dan luka-luka. Pasukan gerilya juga berhasil menembak Surateman yang ditengarai sebagai mata-mata musuh.(idur)