Batu Bumi Hangus, Pertempuran di Wilayah Pujon dan Penyerangan Sebaluh

MALANGVOICE – Agresi Belanda I yang bergitu gencar menyebabkan sebagian besar pasukan RI mundur dan membuat pertahanan di Batu, yakni di Gunung Dali, Rajekwesi, Gunung Bale, Gunung Seruk dan di Pegunungan Banyak. Pada waktu itu, 1948, Pujon-Ngantang adalah bagian dari wilayah Malang Barat yang meliputi Karesidenan Batu, termasuk Kasembon dan Batu.

Konsolidasi pertahanan dipimpin oleh Mayor Abdul Manan dan memiliki kekuatan kompi seperti Kapten Soemitro dan Kapten Sumeru, serta bantuan dari pasukan Batalyon Soenandar. Malang Barat hampir seluruhnya dikuasai Belanda, seperti Sengkaling, Dinoyo, dan Karangploso. Maka, rakyat pun berbondong mengungsi ke daerah Pujon, Kasembon, dan Ngantang. Rakyat Batu sebagian besar mengungsi ke Pujon dan Jurangkuali.

Kampung Songgoriti, Tambuh, dan Songgokerto mengalami kerusakan parah dan kosong akibat beberapa pertempuran dan Kota Batu sudah dibumihanguskan. Belanda bertahan dan menguasai Batu, membuat benteng pertahanan di Nganglik, Jambedawe, Songgokerto, dan Kawedanan Batu. Oleh pasukan RI jalan besar antara Sebaluh dan Pujon dirusak dan terputus.

Arus pengungsi menuju Pujon, Kasembon, dan Ngantang menyebabkan bertambahnya jumlah penduduk di sana dan kehidupan sehari-hari semakin berat. Sebagian rakyat berdagang ke daerah pedalaman melewati jalan-jalan yang tidak diawasi oleh pasukan Belanda. Saat itu Belanda sedang melaksanakan blokade ekonomi terhadap RI. Jatah bantuan makanan didapatkan dari Kediri, Jombang, dan Mojokerto, daerah-daerah yang masih dikuasai RI. Namun, dalam kondisi demikian Wedono Suntoro yang bertempat tinggal di Pujon dapat menjaga kehidupan pertanian berjalan sebagaimana biasanya.

Sebelum terjadinya Agresi Belanda II, Batalyon Abdul Manan secara bergiliran mengadakan penyusupan untuk mengenali medan dan menyelidik situasi. Kompi Sumeru melaksanakan gerakan untuk memasuki daerah Lawang, Kompi Yusuf bergerak menyusup ke daerah Malang Barat, Kompi Benu bertugas menembus ke daerah Batu. Sementara Kepala Staf Batalyon, Soemitro, berjaga di pos komando di daerah Pasar Pujon/Ngroto.

Di awal Agresi Belanda II, pos pasukan Belanda di daerah Sebaluh diserang oleh Batalyon Abdul Manan. Pasukan Belanda terdesak mundur dan didapatkan rampasan dari mereka, antara lain 6 buah mantel, helm, telepon, dan mobil jeep yang diangkut beramai-ramai oleh penduduk.

Pada 19 Desember 1948, diperoleh informasi bahwa Belanda sedang melintas menuju ke barat, yaitu Gunung Kelet, desa Bian, Bakir, dan Bendosari Kecamatan Pujon. Terjadilah kontak senjata dengan Batalyon Abdul Manan dan Batalyon Sabaruddin. Di wilayah desa Maron, pasukan Belanda dihadang dan terjadi kontak senjata dengan Kompi Mistar.

Melanjutkan gerakan pasukan menuju Desa Kambal dan Selorejo, di desa Klangon pertempuran hebat terjadi ketika pasukan Belanda disergap oleh Kompi Soemadi yang dipimpin Letda Martawi yang kemudian mundur ke desa Gobet Mendalan. Belanda ternyata bertaktik lain, mereka menerobos hutan menuju Waduk Sekuli dan menduduki Kleppen Huis. Mereka menutup pintu air yang mengalir ke turbin dan membuang ke sungai Konto. Listrik pun padam. Nampaknya pasukan Belanda sudah mengetahui tentang taktik pasukan RI, yakni taktik bumi hangus dengan memakai bom yang dialiri arus listrik.(idur)

spot_img

Berita Terkini

Arikel Terkait