5 Film Indonesia ini Tayang Internasional, Tapi Tidak di Negeri Sendiri

Murudeka 17805. (berbagai sumber)

MALANGVOICE – Sebenarnya banyak sekali film-film Indonesia yang terbilang keren, bahkan sampai tayang di festival-festival film internasional. Namun, ada beberapa film yang tak bisa tayang di negeri sendiri.

Indonesia menerapkan aturan ketat pada film yang akan diputar di layar lebar atau bioskop. Film tersebut harus melalui serangkaian pemeriksaan dari Lembaga Sensor Film (LSF) untuk menentukan layak atau tidaknya sebuah film.

Jika film tidak lolos, maka keputusannya ialah tidak layak tayang, tayang terbatas, atau tayang di luar negeri.

Nah, kali ini MVoice merangkum film Indonesia yang tidak lolos tayang di negeri sendiri, namun berhasil tayang di luar negeri.

1. Pembalasan Ratu Pantai Selatan/Lady Terminator (1988)

Lady Terminator adalah film garapan sutradara Tjut Djalil ini sudah berhasil menjadi film Indonesia yang go internasional. Dalam film yang bergenre horor-action ini aktor bukan hanya dari Indonesia, namun ada juga dari luar negeri.

Film keluaran Soraya Intercine Films ini tayang di beberapa negara termasuk Amerika Serikat, Jepang, Thailand, Perancis, dan Italia, kemudian tayang di Ceko dan Irlandia pada 2009 dan 2010.

Ironisnya, di Indonesia film ini dicekal karena adegan seks yang terlalu vulgar dan kekerasan. Tahun 1994, Lady Terminator akhirnya tayang dengan sensor penuh menjadi hanya 80 menit dari durasi aslinya.

2. Jagal/Act Of Killing (2012)

Film yang digarap Joshua Oppenheimer ini mencoba untuk memperlihatkan sisi lain dari hari-hari pasca G30S dimana banyak dari mereka yang dianggap PKI dihukum tanpa pengadilan di sebuah ormas di Medan, Sumatera Utara.

Film yang unik, Oppenheimer memasukan unsur drama yang dimaksudkan agar si pelaku dan narasumer ingin merekonstruksi perbuatannya ketika menyiksa terduga anggota PKI.

Bahkan, narasumber sendiri akhirnya tidak kuat, padahal ia selalu terlihat bangga dengan perbuatannya.

Teryata banyak sekali penghargaan dan nominasi yang diterima film ini, bahkan hingga mendapatkan nominasi Academy Award dan memenangkan BAFTA 2014.

Di Indonesia film ini hanya ditayangkan terbatas, umumnya ditayangkan universitas dan lembaga-lembaga HAM.

3. Something In The Way (2013)

Murudeka 17805. (berbagai sumber)

Film yang di sutradarai oleh Teddy Soeriaatmadja dan dibintangi Reza Rahardian dan Ratu Felishia ini menceritakan dua tema ‘panas’ yaitu agama dan seks. Pemeran utama, Ahmad (Reza) menjadi seorang sopir taksi dan sering mengikuti kajian dan salat di masjid ternyata adalah seorang pecandu pornografi.

Anehnya, ketika ia melakukan hubungan dengan seorang pelacur, Ahmad merasa berdosa dan ingin menikahinya.

Beberapa adegan di film ini dimana Ahmad berhubungan dengan PSK, Reza tampak tak menggunakan sehelai benang pun di tubuhnya.

Film ini tayang di Berlin, dan sempat tayang di Indonesia namun hanya berdurasi 80 menit.

4. Murudeka (Merdeka) 17805 (2001)

Film sejarah mengenai Penjajahan Jepang Indonesia. Sebenarnya film ini kolaborasi antara Jepang (Toho) dan Indonesia (Rapi Films) dengan menggunakan bintang-bintang dari kedua negera seperti Jundai Yamada, Lola Amaria, Naoki Hosaka, Muhammad Iqbal dan disutradari Yukio Fuji.

Alasan tak layak tayang karena film ini ceritanya bertentangan dengan sejarah serta melukai perasaan Bangsa Indonesia hingga dikhawatirkan merusak hubungan Jepang dan Indonesia.

Adegan yang dianggap ‘nyeleneh’ bahkan oleh dubes Indonesia di Jepang kala itu, Soemadi Brotodiningrat, saat adegan seorang wanita tua Jawa yang mencium kaki tentara Jepang serta lagu Indonesia Raya yang dinyanyikan dengan cara yang tidak sesuai.

Meski dilarang terbit di Indonesia, di Jepang film ini cukup sukses, hanya saja pada saat itu saingannya adalah raksasa anime Jepang, Spirited Away, film ini tidak berkutik. Spirited Away meraup hasil hingga ¥300 miliar, sementara yang kedua, Battle Royale ‘hanya’ meraup untung ¥3 miliar, jelas film Merdeka yang meraup ¥550.000 tidak bisa berbicara banyak.

5. Senyap/Look of Silence (2015)

Film yang juga garapan Joshua Oppenheimer ini juga menjadi film ‘panas’ di Indonesia meski sepertinya tidak seramai film pertama.

Tidak seperti film sebelumnya, film kali ini menampilkan si storyteller, yaitu Adi yang bekerja sebagai tukang kacamata. Kakak dari Adi adalah korban dari ormas tertentu yang menganggap ia simpatisan PKI.

Adi mencoba mengajak ibunya berbicara mengenai kakaknya meski si ibu sudah ingin melupakan kejadian tersebut. Adi kemudian mendatangi petinggi ormas dan meminta agar ia bercerita mengenai apa yang terjadi pada kakaknya

Diluncurkan di festival film Venice, sambutan di luar negeri begitu baik mengingat karya film pertama Oppenheimer, bahkan ratingnya di IMDB mencapai 97%. Dan sama seperti sebelumnya, film ini tidak boleh tayang di Indonesia karena beberapa hal. (Der/Ery)