Wisata Religi di Singosari Mbah Bungkuk Eks Laskar Pangeran Diponegoro

Makam Mbah Bungkuk yang berada di area masjid. (Kliktimes.com/Toski D).

MALANGVOICE – Kabupaten Malang tidak hanya memiliki destinasi wisata alam yang terkenal keindahanya, namun ternyata juga memiliki destinasi wisata religi yang tidak kalah terkenal masyarakat muslim di Indonesia.

Tempat wisata religi tersebut dikenal dengan Makam Mbah Bungkuk atau Kyai Haminuddin yang berada di Kelurahan Pagentan, Kecamatan Singosari.

Lokasi makam Mbah Bungkuk itu juga ada terdapat masjid yang pertama kali didirikan Mbah Bungkuk itu sendiri.

Sehingga makam Mbah Bungkuk di area masjid tidak pernah sepi dari peziarah seperti makam-makam Wali Songo yang ada di Pulau Jawa ini, serta makam KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) yang juga pernah menjabat sebagai Presiden Republik Indonesia (RI) ke 4, yang juga sama tidak pernah sepi dari peziarah.

Menurut, cicit dari Kyai Haminuddin, KH Moensif Nachrowi, bahwa Kyai Haminuddin merupakan eks laskar Pangeran Diponegoro yang tersisa dan lari ke daerah Malang Utara yakni di Singosari akibat kekalahan perang Diponegoro yang membuat laskar Pangeran Diponegoro tercerai-berai seiring dengan meninggalnya Pangeran Diponegoro.

Dengan tercerai berainya laskar Pangeran Diponegoro, maka Kyai Amuniddin menetap di Singosari lalu mendirikan musala, yang kini musala tersebut menjadi masjid yang masyarakat menyebutnya Masjid Mbah Bungkuk atau Masjid At-Thohiriyah.

Pria yang akrab disebut Moensif tersebut menjelaskan, Kyai Haminuddin memiliki tujuh orang anak dari perkawinannya dengan Nyai Siti Sofwah, dan dari salah satu anak beliau yang bungsu bernama Hj Siti Hindun Murthosiah dinikahkan dengan KH Thohir putera Kyai Rosyidin dari Desa Canga’an Bangil, yang sekarang masuk wilayah Kabupaten Pasuruan.

“Setelah merintis penyebaran agama Islam di wilayah Singosari, maka Kyai Haminuddin wafat yakni di tahun 1850 Masehi, yang kini makamnya di belakang Masjid Bungkuk,” ucapnya.

Setelah Kyai Haminuddin wafat, lanjut Moensif, maka pondok pesanteren (ponpes) dan masjid diserahkan kepada KH Thohir yang menikah dengan Hj Siti Hindun Murthosiah dan memiliki tujuh anak. KH Thohir,akhirnya mengembangkan ponpes dan madrasah dan memiliki banyak santri.

“Mendirikan ponpes dan madrasah itu amanah yang diberikan oleh Kyai Aminuddin, santrinya pun banayak, KH Hasyim Asyari pendiri Nahdlatul Ulama (NU) pernah belajar disini. Sehingga cikal bakal berdirinya NU awalnya juga dibahas di Pondok Bungkuk ini,” jelasnya.

Moensif menjelaskan, setelah KH Thohir wafat maka segalakepengurusan pondok, madrasah dan masjid diserahkan kepada anak bungsu yakni KH Nachrowi untuk meneruskannya, yang wafat pada tahun 1980. Sehingga dengan berkembangnya jaman, maka peninggalan Kyai Haminuddin seperti masjid, pondok dan madrasah banyak perubahan terutama pada bangunan.

“Meski banyak perbuhan pada bangunan, tapi hal itu tidak mengurangi esensi dari apa yang sudah diperjuangkan oleh pendahulunya. Hal ini dibuktikan dengan tidak pernah sepinya para peziarah datang ke makam Mbah Bungkuk untuk mendoakan beliau,” Moensif mengakhiri.(der)