MALANGVOICE – Sejak dilaksanakannya program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) tahun 2014, terdapat beberapa permasalahan yang dialami warga Kota Malang selama tiga tahun terakhir. Aspek administrasi mendominasi keluhan utama warga.
Hal ini terungkap dalam diskusi terkait penyelenggaran pelayanan kesehatan dan program JKN di Kota Malang pada Kamis (19/10), di Regents Park Hotel, Kota Malang. Forum yang digagas Malang Corruption Watch (MCW) dan Forum Masyarakat Peduli Kesehatan (FMPK) ini menghadirkan pula sejumlah stakeholder terkait.
Di antaranya, Dinas Kesehatan, Dinas Sosial, Badan Pusat Statistik Kota Malang, Rumah Sakit Tentara Soepraoen, Rumah Sakit Saiful Anwar, Rumah Sakit Lavalette, Rumah Sakit Islam Unisma, Puskesmas Kedung Kandang, Puskesmas Janti, dan perwakilan akademisi.
Sebelumnya, MCW bersama FMPK sejak Februari hingga September 2017 membuka sejumlah pos pengaduan di beberapa wilayah. Pos ini mendapatkan aduan sebanyak 86 aduan, dan 49 aduan (57 persen) khusus terkait kesehatan.
Dari jumlah itu, 20 di antaranya merupakan aduan terkait administrasi. “Warga memiliki persepsi prosedur pelayanan kesehatan yang rumit, baik dalam administrasi, prosedur BPJS yang rumit, tidak mendapatkan jawaban yang jelas, pelayanan penuh, kartu tidak aktif, antrian terlalu lama,” kata Badan Pekerja MCW, Bayu Diktiarsa.
Selain itu, program sebanyak 13 aduan terkait diskriminasi bagi pasien. Dikatakan, pasien mengalami penambahan biaya, kamar penuh, pelayanan perawatan yang berbeda, membayar obat, naik kelas, dan hilangnya rekam medis.
Aspek minimnya sosialisasi juga dikeluhkan warga, yakni ada 11 aduan. “Warga Kota Malang merasakan kurangnya sosialisasi JKN dan informasi mengenai keringanan biaya melalui SPM/PBI,” tambah Bayu.
Ironisnya, sebanyak dua aduan menyebut tidak berfungsinya kartu JKN. Bayu memaparkan bahwa kondisi ini menunjukkan pendataan warga miskin di Kota Malang masih belum terpadu, sehingga terdapat beberapa masalah dalam verifikasi dan validasi pendataan.
“Satu aduan sisanya adalah terkait obat-obatan. Pasien mengalami obat kosong dan sering terlambat,” pungkas alumnus Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Brawijaya (UB) ini.(Coi/Yei)