UB Kembali Kukuhkan Guru Besar FMIPA

istimewa.
istimewa.

MALANGVOICE – Universitas Brawijaya (UB) kembali menambah daftar profesornya, dengan mengukuhkan dua guru besar dari Fakultas Matematika IPA (FMIPA), Rabu (4/11).

Dua profesor tersebut yakni, Luchman Hakim dari bidang Manajemen Lingkungan dan Pariwisata, serta Warsito dari bidang Ilmu Kimia Organik.

Dalam pengukuhan ini, Luchman Hakim meneliti penguatan aspek lingkungan dalam industri wisata alam di Indonesia yang berdaya saing dan berkelanjutan.

Dalam konferensi pers kemarin, Selasa (3/11), ia menjelaskan sumberdaya alam (SDA) dalam pembangunan pariwisata nasional memiliki posisi yang sangat strategis. Semakin meningkatnya kebutuhan wisata minat khusus untuk mengunjungi area alamiah, pemerintah Indonesia selayaknya mendorong pengelolaan sumberdaya hayati dan ekosistem, untuk mewujudkan destinasi wisata alam yang berdaya saing serta berkelanjutan.

Dengan semakin baiknya dukungan pendanaan, penguasaan sains dan teknologi bidang hayati, diperkirakan bahwa pada tahun-tahun selanjutnya penemuan baru spesies akan terus berlanjut dan menambah jumlah keanekaragaman hayati Indonesia. Dengan tersedianya transportasi untuk menj angkau pulau-pulau terpencil, temuan-temuan ilmiah terkait penemuan spesies dan catatan baru spesies terus dilaporkan.

Semakin berkembangnya wisata berbasi ekossitem alami, maka menjadi potensi keuntungan yang dapat diambil dari kondisi tersebut. Beragam kegiatan wisata berbasis sumberdaya alam muncul dan banyak diantaranya tumbuh sebagai special interest tourism yang mampu menggerakkan perekonomian lokal. Berbagai perubahan dan perbaikan dari sisi ekonomi, sosial dan pendidikan memberikan peran besar sebagai faktor pendorong orang melakukan kegiatan rekreasi ke tempat-temat alami.

“Destinasi wisata alam adalah sebuah entitas ekosistem. Orientasi pendapatan ekonomi saja tidak cukup untuk menjamin daya saing dan keberlanjutan destinasi,” ujarnya.

Sebagai sebuah entitas ekosistem, keindahan dan keberlangsungan sistem-sistem kehidupan dalam destinasi wisata berdiri atas pondasi kokoh interaksi berbagai system kehidupan dan faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhinya. Perbaikan sudut pandang perencanaan dan pengelolaan destinasi wisata dengan meletakkan dasar-dasar keilmuan ekologi dan biologi konservasi sangat penting untuk meningkatkan daya saing dan keberlanjutan destinasi wisata.

Setiap bentuk Hora-fauna dan ekosistemnya mempunyai respon dan kapasitas yang beragam dalam menerima kunjungan wisatawan. Daya dukung ekologis perlu diketengahkan dalam setiap upaya perencanaandan pengembangan destinasi wisata.

Ia menilai jika perlu sinergitas seluruh stakeholder wisata alam dalam mendorong aspek konservasi sumberdaya hayati dan ekosistemnya sebagai salah satu pilar menuju industri wisata alam yang berdaya saing dan berkelanj utan.

Begitu pula pembangunan sektor wisata alam harus dapat memberikan kontribusi nyata bagi pelestarian sumberdaya hayati dan lingkungannya. Penguatan area konservasi (taman nasional) sebagai tempat pelestarian keanekaragaman hayat sekaligus area di mana kegiatan wisata alam perlu terus dilakukan, terutama untuk memastikan kelestarian flora-fauna setempat.

“Berdaya saing berani kualitas lingkungan wisata sangat baik hingga mampu menunjukkan objek wisata dan ekosistemnya dengan unggul. Ekologi wisata dapat dibangun dengan menggabungkan instrumen sains, teknologi dan sudut pandang wisata alam untuk pengelolaan sumber daya lingkungan secara berkesinambungan,” paparnya.

Sementara Wirasto dengan penelitian potensi minyak atsiri sebagai bahan baku obat dan sintesis obat untuk mendukung program kemandirian obat oasional.

Seringnya mengkonsumsi makanan tinggi lemak dibanding sayur dan buah berakibat pada meningkatnya jumlah penderita penyakit degeneratif seperti hipertensi, jantung, stroke, dan gagal ginjal.

Berdasarkan data WHO, prevalensi di dunia pada usia lebih dari 25 tahun mencapai 38,40 persen. Prevalensi hipertensi di Indonesia pada usia lebih dari 18 tahun mencapai 25,8 persen dan nilai prevalensi ini lebih besar jika dibandingkan dengan Banglandesh, Korea, Nepal, dan Thailand.

Meningkatnya jumlah penderita penyakit degeneratif ini nyatanya belum bisa sepenuhnya diakomodir oleh pemerintah dikarenakan beberapa hal, seperti belum mampunya industri kimia untuk menyediakan bahan baku obat, pemanfaatan sumber daya alam yang terbatas serta belum mendukungnya teknologi sintesis dan pemurnian obat.

Untuk itu, ia mengambil minyak atsiri sebagai zat alami yang diekstrak dari tanaman aromatik memiliki efek biologis, seperti aktivitas anti-oksidan dan anti inflamasi.

“Minyak ini telah lama digunakan dalam pengobatan tradisional. Minyak atsiri juga mampu meningkatan keseimbangan fungsi hati, fungsi endotel (penurunan tekanan darah, stres oksidatif, trombosis), meningkatkan relaksasi vaskular dan menghambat perkembangan diabetes,” terangnya.

Selain itu minyak atsiri juga mengandung senyawa mayor dengan struktur kimia unik, yaitu memiliki lebih dari satu pusat reaksi (gugus fungsional) yang dapat direkayasa menjadi berbagai senyawa turunannya yang berkasiat obat.

Komponen mayor minyak atsiri memiliki potensi besar sebagai bahan dasar obat. Seperti misalnya metil salisilat (dari minyak gandapura) sebagai bahan dasar sintesis obat anti inflamasi dan analgesik. Eugenol (dari minyak cengkeh) untuk bahan dasar sintesis obat anti lesmanial. Sitronelal (dari minyak sereh/minyak jeruk purut) sebagai bahan dasar obat anti virus, anti depresan, anti bakteri dan anti oksidan. Limonen (dari minyak kulit jeruk manis) untuk bahan dasar sintesis obat anti kanker dan anti tumor.

Perlu diketahui, minyak atsiri merupakan salah satu jenis metabolit sekunder yang secara konvesional dapat diperoleh dengan cara hidrodistilasi atau distilasi uap, atau disebut dengan essential oil. Minyak ini banyak ditemukan pada produk sehari-hari, seperti pasta gigi, sabun mandi, sabun cuci, pembersih lantai, pengharum baju, bumbu masakan hingga es krim. Minyak ini juga digunakan untuk obat tradsional dan berkhasiat seperti antiseptik, anti mikroba, anti inflamasi hingga antipiretik. (Hmz/Ulm)