Teknologi Anti Kantuk Karya Mahasiswa UB Dilirik Jusuf Kalla

Tim sedang merakit komponen Alakantuk. (Anja A)

MALANGVOICE – Beberapa waktu lalu sempat ramai diperbincangkan komentar Wakil Presiden Jusuf Kalla soal inovasi bantal anti kantuk sebagai solusi anggota DPR yang sering mengantuk waktu rapat atau sidang.

Bantal anti kantuk tersebut adalah Alakantuk (Alas Anti Kantuk) ciptaan tiga mahasiswa jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik, Universitas Brawijaya (FT UB). Mereka adalah Wahyu Tsary Naufal, Asri anjasari, Prayoga Bintang Primawan, Teknik Mesin 2016.

Komponen-komponen di dalam Alakantuk. (Anja A)

Ketua tim Alakantuk, Wahyu mengatakan, ide pembuatan alat ini karena pengalaman pribadinya sebagai mahasiswa sering kali mengantuk di kelas. Selain itu, fenomena ngantuk di waktu yang tidak tepat ini juga sering dialami para sopir kendaraan roda empat.

“Nah kalau mengantuk saat mengemudi ini bahayanya bisa terjadi kecelakaan. Kami ciptakaan alat ini untuk menekan angka kecelakaan kendaraan roda empat,” kata Wahyu, Jumat, (8/12)

Komponen-komponen di dalam Alakantuk. (Anja A)

Wahyu menceritakan ide Alakantuk digagas pertama kali tahun 2016 dan diikutkan pada Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) 2017. Proses pembuatan selama 3 bulan memakan dana Rp 5-6 juta, menghasilkan sebuah prototype Alakantuk dengan komponen utama bantal, sensor denyut nadi, baterai dan alat getar motor servo.

Cara kerja Alalantuk cukup sederhana. Pertama sensor denyut nadi dipasang ke pergelangan tangan. Orang yang mengantuk memiliki denyut nadi lemah sehingga akan dideteksi oleh sensor. Sensor mengirimkan sinyal melalui bluetooth ke alat motor servo. Motor servo yang disenyapkan di dalam bantal akan bergetar sebesar 60hertz.

“Frekuensi getaran ini lebih besar daripada getaran handphone. Jadi siapapun yang dudul di alakantuk pasti kaget dan tidak ngantuk,” tambahnya.

Wahyu dan timnya merasa senang dan termotivasi ketika Wapres Jusuf Kalla menyebutkan Alakantuk bisa digunakan di kursi anggota DPR. Namun Wahyu merasa masih banyak kekurangan pada Alakantuk yang harus diperbaiki. Semisal, alat ini masih bisa digunakan sebatas pada orang normal. Harus ada modifikasi khusus bagi pengguna dengan penyakit tertentu seperti darah rendah, lemah jantung dan sebagainya. Selanjutnya untuk baterainya hanya berkapasitas 2300 mAh hanya bertahan 5-6 jam waktu standby.

Mereka optimistis Alakantuk bisa dikembangkan lebih jauh lagi. Jika alat banyak perbaikan dan kustomisasi, maka mereka berani mengajukan Alakantuk ke perusahaan besar untuk produksi massal.

“Perlu banyak perbaikan. Ini hanya prototype saja, jadi kalau mau diproduksi massal ya banyak step dan uji kelayakan, keamanan dan sebagainya. Rencananya kami akan menambah personel dari mahasiswa kedokteran. Jadi sensornya bisa dikustomisasi sesuai jenis penyakit yang dimiliki pengguna,” pungkas Wahyu.(Der/Yei)