PWI Malang Raya: Maklumat Kapolri Langgar UU Pers

Ketua PWI Malang Raya terpilih, Cahyono (tengah) saat perumusan Pengurus Organisasi PWI Malang Raya beberapa waktu lalu. (Toski D).

MALANGVOICE – Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Malang Raya, Cahyono, menyebut, maklumat Kapolri Nomor: Mak/1/I/2021 dinilai melanggar Undang-Undang No. 14 tahun 2008, tentang Keterbukaan Informasi Publik.

“Maklumat itu tidak menghormati kebebasan memperoleh informasi dan juga bisa mengancam jurnalis dan media yang tugas utamanya adalah mencari informasi dan menyebarluaskannya kepada publik,” ungkap Cahyono, saat dikonfirmasi, Minggu (3/1).

Menurut Cahyono, maklumat tersebut selain melanggar Undang-Undang No. 14 tahun 2008, tentang Keterbukaan Informasi Publik, juga melanggar Undang Undang No. 40 tahun 1999 tentang Pers.

“Maklumat Kapolri itu melanggar UU Pers. Wartawan berhak untuk mencari informasi, itu sudah diatur dalam Pasal 4 Undang Undang No. 40 tahun 1999 tentang Pers,” jelasnya.

Untuk itu, lanjut Cahyono, Maklumat tersebut dinilai mengancam tugas jurnalis dan media, yang karena profesinya melakukan fungsi mencari dan menyebarkan informasi kepada publik.

“Dalam Maklumat itu, di pasal 2d itu berlebihan, karena setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia,” tegasnya.

Sebagai Informasi, Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia mengeluarkan maklumat Nomor: Mak/1/I/2021 tentang Kepatuhan terhadap Larangan Kegiatan, Penggunaan Simbol dan Atribut Serta Penghentian Kegiatan Front Pembela Islam (FPI), yang ditandatangani 1 Januari 2021.

Maklumat tersebut dikeluarkan dengan alasan untuk memberikan perlindungan dan menjamin keamanan serta keselamatan masyarakat pasca dikeluarkan keputusan bersama tentang larangan kegiatan, penggunaan simbol dan atribut serta penghentian kegiatan FPI.

Kegiatan FPI dilarang berdasarkan Keputusan Bersama Menteri Dalam Negeri, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI, Menteri Komunikasi dan Informatika RI, Jaksa Agung RI, Kepala Kepolisian Negara RI dan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Nomor: 220- 4780 Tahun 2020; M.HH 14.HH.05.05 Tahun 2020; 690 Tahun 2020; 264 Tahun 2020; KB/3/XII/2020; 320 Tahun 2020 tanggal 30 Desember 2020 tentang Larangan Kegiatan, Penggunaan Simbol dan Atribut Serta Penghentian Kegiatan FPI.

Munculnya Maklumat tersebut langsung direspon oleh Komunitas Pers yang terdiri atas Aliansi Jurnalis Independen, Persatuan Wartawan Indonesia, Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia, Pewarta Foto Indonesia, Forum Pemimpin Redaksi, dan Asosiasi Media Siber Indonesia.

Mereka akhirnya mengeluarkan rilis yang dikeluarkan pada tanggal 1 Januari 2021. Dalam rilis tersebut, komunitas pers menyampaikan empat pernyataan sikap, lantaran dinilai tidak sejalan dengan semangat demokrasi yang menghormati kebebasan memperoleh informasi dan juga bisa mengancam jurnalis dan media yang tugas utamanya adalah mencari informasi dan menyebarluaskannya kepada publik.

Salah satu isi maklumatnya, tepatnya di Pasal 2d, yang isinya menyatakan: ‘Masyarakat tidak mengakses, mengunggah, dan menyebarluaskan konten terkait FPI baik melalui website maupun media sosial’.

Empat pernyataan sikap tersebut yakni:

1. Maklumat Kapolri dalam Pasal 2d itu berlebihan dan tidak sejalan dengan semangat kita sebagai negara demokrasi yang menghargai hak masyarakat untuk memperoleh dan menyebarkan informasi. Soal ini tertuang jelas dalam Pasal 28F UUD 1945 yang menyatakan, ‘Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia’.

2. Maklumat ini mengancam tugas jurnalis dan media, yang karena profesinya melakukan fungsi mencari dan menyebarkan informasi kepada publik, termasuk soal FPI. Hak wartawan untuk mencari informasi itu diatur dalam Pasal 4 Undang Undang No. 40 tahun 1999 tentang Pers yang isinya menyatakan, ‘(3) Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi’. Isi maklumat itu, yang akan memproses siapa saja yang menyebarkan informasi tentang FPI, juga bisa dikategorikan sebagai “pelarangan penyiaran”, yang itu bertentangan dengan pasal 4 ayat 2 Undang Undang Pers.

3. Mendesak Kapolri mencabut pasal 2d dari Maklumat itu karena mengandung ketentuan yang tak sejalan dengan prinsip negara demokrasi, tak senafas dengan UUD 1945 dan bertentangan dengan Undang Undang Pers.

4. Menghimbau pers nasional untuk terus memberitakan pelbagai hal yang menyangkut kepentingan publik seperti yang sudah diamanatkan oleh Undang Undang Pers.