Muchammad Fachrizal Ali
Beberapa pekan yang lalu, Dinas Pendidikan Kota Malang mengadakan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) untuk jenjang SD dan SMP. Penyelenggaraan PPDB tahun 2020 ini menggunakan sistem yang berbeda, yaitu secara daring atau yang biasa disebut “online”.
Alasan diberlakukannya sistem yang baru ini adalah untuk memudahkan pendaftaran dan meminimalisir kontak langsung demi kelancaran Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang saat itu sedang berlangsung di Kota Malang. PPDB online tahun ini terbagi menjadi dua bagian, yaitu jalur prestasi dan jalur zonasi atau penghitungan berdasarkan jarak rumah. Sistem PPDB yang baru ini sangat baik, namun menurut saya dalam pelaksanaannya kurang efektif. Mengapa demikian? Hal ini bisa dibilang karena pihak Dinas Pendidikan Kota Malang belum siap dengan bagaimana sistem tersebut akan berjalan.
Pada pelaksanaan PPDB jalur zonasi terdapat banyak kesalahan yang terjadi, seperti laman PPDB yang sering error dan tidak dapat diakses, kesalahan lokasi jarak pendaftar ke sekolah, kesalahan data calon siswa, dan lain-lain. Akibat hal tersebut, banyak wali murid calon siswa baru yang berdatangan ke kantor Dinas Pendidikan Kota Malang.
Para wali murid berbondong-bondong menyampaikan protes dan kekecewaannya terhadap performa DIKNAS Kota Malang dalam menjalankan PPDB. Kejadian tersebut sangatlah jelas menimbulkan kerumunan dan tanpa disadari gugurlah salah satu tujuan berlakunya sistem PPDB online yakni untuk mendukung kelancaran PSBB.
Jika ditinjau dari segi persiapan, memang tampak bahwa pihak DIKNAS Kota Malang seakan-akan sangat siap dalam menjalankan program ini. Terlihat dari template website yang begitu rapi dan konsep hitung mundur sebelum pelaksanaannya dimulai. Namun, ketika berbicara tentang sistem, hal ini seakan berubah 180 derajat.
Dalam pelaksanaanya, sistem yang bertujuan untuk memudahkan jalannya PPDB ini justru membuat warga merasa cemas dan frustrasi. Jelas saja, ketika para wali murid hendak mengisi formulir, website mendadak gagal dimuat dan banyak data tidak sesuai atau keliru. Alhasil, sistem yang seharusnya memudahkan masyarakat, justru menjadi ajang kritik dan protes masyarakat terhadap DIKNAS.
Kejadian – kejadian inilah yang membuat sistem PPDB baru yang sebenarnya bagus menjadi terlihat kurang efektif karena kurang siapnya panitia penyelenggara PPDB 2020 Kota Malang yang bisa dikatakan belum matang secara teknis maupun non teknis.
Jika dilihat dari segi teknis, tentu saja masalah utama adalah jalannya sistem. Sebenarnya dalam pelaksanaan PPDB 2020 ini, DIKNAS Kota Malang mencoba menjalankan sebuah sistem yang berjalan secara otomatis. Pendaftar hanya perlu memasukkan Nomor Induk keluarga (NIK) dan nomor kartu keluarga. Data tersebut kemudian akan diproses lalu secara otomatis akan muncul profil pendaftar seperti nama lengkap, alamat, usia, dan lain-lain yang diambil secara langsung dari data Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (DISPENDUK).
Namun pada saat pengaplikasiannya, sistem ini bisa terbilang gagal total. Banyak data yang tidak bisa dimuat dari DISPENDUK atau bahkan lebih parahnya banyak data yang keliru. Salah satu kejadian fatal adalah titik lokasi rumah pendaftar di peta yang tidak akurat atau berbeda dengan aslinya yang merupakan penghitungan utama dalam PPDB jalur zonasi.
Mungkin kejadian ini akan dikatakan wajar jika terjadi hanya dalam waktu beberapa jam karena banyaknya data yang harus dimuat dan akses dalam waktu yang bersamaan. Akan tetapi hal ini terjadi seharian penuh sehingga membuat banyak wali murid yang kesal dan menganggap panitia PPDB tidak siap dengan sistem yang baru.
Pada hari kedua pelaksanaanya panitia PPDB telah memperbaiki lamannya dengan menambahkan opsi input data secara manual. Hal ini membuat warga semakin kesal dan bingung dengan solusi yang diberikan DIKNAS. Seharusnya, jika pihak DIKNAS merasa belum siap untuk menjalankan sistem yang otomatis, lebih baik menggunakan sistem input manual dari awal, sehingga tidak perlu adanya protes yang menimbulkan kerumunan terutama saat sedang berlangsungnya PSBB di Malang.
Jika diamati lebih lanjut seharusnya pihak penyelenggara PPDB bisa melakukan evaluasi sistem dari kesalahan – kesalahan kecil yang terjadi pada PPDB jalur prestasi yang telah dilakukan sebelumnya yang bisa terbilang lebih lancar bila dibandingkan dengan jalur zonasi.
Kesalahan lain yang terjadi dari penyelenggaraan PPDB tahun ini adalah waktu uji coba laman yang terlalu dekat dengan pelaksanaan PPDB itu sendiri, yaitu satu hari sebelumnya. Seharusnya, uji coba laman dilakukan 3 hari atau 5 hari sebelumnya, jadi kesalahan-kesalahan fatal yang terjadi bisa diminimalisir melalui evaluasi saat jeda waktu tersebut.
Secara non teknis terdapat hal lain yang dapat dibedah dari peristiwa ini yaitu tentang komunikasi antara DIKNAS dengan sekolah-sekolah yang bersangkutan. Kebanyakan, sekolah tidak bisa mengatasi dan memutusi apa yang harus dilakukan ketika wali murid menyampaikan masalah pendaftaran.
Pihak sekolah seakan-akan menjadi pihak paling netral dan mungkin juga menjadi pihak yang seperti tidak tau apa-apa, karena semua putusan dan penyelesaian masalah menunggu pusat komando dari DIKNAS. Pihak sekolah bahkan juga merasa bingung ketika hari pertama pelaksanaanya tidak ada pihak dari DIKNAS yang ditugaskan di sekolah untuk setidaknya mengawal jalannya PPDB.
Kejadian ini tidak seharusnya terjadi jika komunikasi antara pihak DIKNAS dan sekolah dibangun dengan baik. Pihak sekolah semestinya mendapatkan arahan yang jelas tentang mekanisme dan alur PPDB ini berjalan.
*)Muchammad Fachrizal Ali
Mahasiswa Universitas Sampoerna