Poster sebagai Media Kritik Visualisasi Jalanan

Indra Lukmana Putra

Oleh: Indra Lukmana Putra

Menjamurnya poster jalanan yang dapat disaksikan oleh pelintas jalan dapat diasumsikan bahwa kota ini sedang tidak baik-baik saja. Ada yang beranggapan sebagai aksi vandalisme karena merusak keindahan kota melalui ruang publik terutama tembok dan fasilitas publik. Namun secara subkultur lazim menghiasi visualisasi jalanan kota-kota besar. Sekilas secara denotasi terbaca sebuah issue sosial atas Tragedi Nasional bahkan Internasional tentang Kanjuruhan,seperti yang menjadi issu terbesar korban jiwa Kedua di dunia tentang Tragedi Komoditi Industri terlaris yaiut Sepakbola. Nampaknya sebuah makna konotasi disampaikan dengan media Poster dengan berbagai pertimbangan dan sumberdaya yang ada.

Sebuah kritik harus diupayakan dengan sebuah manajemen agar pesan tersampaikan dengan baik dan efisien dalam sebuah perencanaan, pengelolaaan, pelaksanaan dan kontrol atas sebuah aksi. Yaitu sebuah ungakapan tentang protes dan kekecewaan, dapat diasumsikan dengan sebuah kata singkat bernada sinis didukung dengan penambahan ilustrasi tujuan maupun objek yang dituju yang dikombinasi dengan warna serta atribut sebgai penguatan makna didalamnya. Eksplorasi penguatan karakter dalam poster sebagai visualisasi dengan tujuan memperkenalkan sosok dan tragedi sedangkan tanda verbal dibalik peran dan maknanya terilustrasi dalam poster. Berlanjut itu, menarik beberapa detik pelintas jalan perhatian dengan memahami issue dengan ilustrasi konflik.

Tanda visual sebagai sebuah kritik berhasil dibangun dan tercapai dengan baik bahwa poster tersebut terkombinasi dengan penokohan, beberapa kata yang disampaikan, suasana adegan dan sebuah media perlawanan atas issue maupun tragedi. Poster berisi beberapa pesan untuk pelintas jalan sebagai tanda verbal dan visual sebagai media perlawanan. Telisik diantara dua hal yaitu tanda verbal dan visual pada poster jalan yang telah dianalisis dan dieksplorasi. Semiotika Ferdinand de Saussure membagi tanda menjadi penanda dan petanda. Dan membagi makna tanda verbal dan visual menjadi dua yaitu denotasi dan konotasi. Denotasi menggambarkan pemaknanaan dari luar tanda dan konotasi menggambarkan makna dalam sebuah tanda.Denotasi adalah yang secara terlihat kita pahami ketika kita secara visual sebagi tanda. Konotasi adalah ketika kita melihat sebuah tanda dan menginterpetasikan pesan mendalam atau mencoba mengetahui isi dalamnya. Setelah membagi poster jalanan menjadi beberapa bagian lebih detail yang memisahkan petanda dan penanda dari tanda-tanda kemudian difokuskan lagi dalam denotasi dan konotasi.

Dalam penelusuran dan pendalaman poster ditemukan beberapa pembuat sekaligus penyebar walau mayoritas anonim ada sebuah Poster yang masif sebagai penghias jalanan kota yaitu menasbihkan identitas penamaan “PaperPower”. Khas dengan anonymous dan kealpaan beberapa kesenjangan jarak dapat bahwa inti dari Poster ini adalah pembawa pesan yang tersampaikan dengan lugas dan penuh kekuatan

“Paper Power adalah bahasa dari mereka yang tidak pernah didengar”

Media Perlawanan dan kesedihan

Tasya dan Naila menjadi simbol perjuangan korban tragedi kanjuruhan dan tak kunjung mendapatkan titik terang yang berpihak pada mereka. Ayah korban Devi Athok, masih trauma dan mengalami kesedihan. Setelah berusaha tegar, beliau masih harus melihat autopsi kedua anaknya sebulan setelah tragedi. Sembari terus menegakan keadilan dan menguatkan raga yang lunglai ketika memori dan memulai pagi Devi Athok berusaha menghilangkan kesedihan salah satunya menempel poster di beberapa ruang publik, beliau berharap dalam visualisasi jalan pengendara maupun pelintas jalanan dapat melihat dan menangkap pesan yang ingin beliau sampaikan yaitu kesedihan mendalam tentang Rasa kehilangan kedua putrinya. Harapan berupa keadilan dengan doa dan restu setiap pelintas jalanan merupakan dari lubuk hati terdalam beliau. Apa yang bisa menguatkan selain hal tersebut, sudah terlalu dalam rasa kehilangan serta rasa kecewa karena belum juga ada keadilan hingga hari ini.

Keluarga korban sedang memasang Poster “Anaknya yang menjadi Korban Tragedi Kanjuruhan”

Poster jalanan merupakan media yang tepat dalam penyampaian pesan perlawanan dan kesedihan. Hal tersebut disebabkan karena faktor keamanan dan keindahan walaupun dalam pandangan beberapa pihak tersebut dinilai mengurangi keindahan visualisasi di jalanan dalam sebuah kota.

Menjalar ke luar kota

Populasi poster yang terkesan masif dan organik ternyata tercipta dari sebuah jaringan yang merupakan subculture yang turun temurun terjadi dalam sebuah tradisi visual jalanan. Ketika suatu kota mengangkat sebuah issu sosial ternyata ditanggapi oleh kota lainya, baik sebuah penggandaan Materi Poster maupun redesain poster bahkan membuat poster dengan issu yang sama denga desai yang lebih dekat maupun relevan di kota tersebut.

Bukan hanya di kota-kota besar, poster sebagai subkultur visualisasi jalanan eksis. Namun kota-kota kecil berkembang cukup pesat asalkan ada trotoar, tembok jalanan, trotoar, tiang listrik maupun fasilititas publik sebagai tempat penempelan poster dan dilihat oleh pelintas jalanan sebagi ruang viasualisasi jalan.

Poster Terpampang di Pekalongan
Poster di Jakarta

Seni dalam Perlawanan

Tentu lekat dalam benak saat kejadian epic, menyelimuti Pos dengan Poster hingga menyerupai tugu, beberapa pelintas jalanan bahkan mengabadikan momen tersebut dan segera menjadi hal ikonik yang mengisi linimasa. Pembubuhan unsur seni dan eksekusi tempat yang dipilih yaitu kayutangan heritage sekakan melumpuhkan makna seni sebagai kontemporer dan subkultur seni jalanan.Keberhasilan poster menyampaikan kritik dan membubuhkan seni dalam penyusuan poster merupakan daya tarik dari kematangan sebuah seni budaya yang subkultur kota ini yang notabene kota kreatif dan terpelajar. Tanda verbal dan tanda visual yang lugas berkarakter Malangan meliputi warna yang digunakan dalam poster, gambar aktor, serta pernak-pernik perjuangan dengan kombinasi seni jalanan nampak serasi sesuai komposisi.Dari aspek verbal poster, dapat dipahami subjek dalam poster jalanan, pembuat dan redaksi poster tersebut Sedangkan dari aspek visual poster dapat dipahami bahwa terdapat karakter utama sebagai sasaran kritik dan peran status sosial mereka Juga dipahami bahwa penembakan itu mungkin terjadi dilakukan sebagai karakter utama dalam poster tersebut, dapat dipahami bahwa terdapat konflik di antara mereka. Aspek visual adalah poster tema gelap, dengan warna hitam yang menggambarkan penegasan isi dan putih sebagai media dan niat yang suci serta pengharapan tentang pencerahan. Poster sebagai visualisasi jalan memuat beberapa pesan kepada pelintas jalanan berbagai tanda verbal dan visual. Selain itu, melalui pesan-pesan tersebut, perhatian publik akan kritik atas kejadian dan tokoh tersebut. (suhe/jerseymalang_)


*) Indra Lukmana Putra
Akademisi dan kolektor jerseymalang_