MALANGVOICE– Pooling fund bencana (PFB) sebuah instrumen pembiayaan strategis yang dapat dimanfaatkan daerah ketika memasuki kondisi darurat. Hal itu ditegaskan Wali Kota Batu, Nurochman saat sosialisasi Dana Bersama PFB di Graha Pancasila Balai Kota Among Tani bersama BNPB RI, BPBD Jawa Timur, Kementerian Keuangan, serta unsur forkopimda.
Nurochman atau akrab disapa Cak Nur, menuturkan Pemkot Batu menyiapkan belanja tidak terduga (BTT) sebagai bagian dari mekanisme pembiayaan, termasuk dukungan bagi potensi kerawanan yang muncul di masyarakat. Skema ini menjadi opsi pendanaan alternatif ketika bencana terjadi.
“Ini menjadi upaya konkret kita dalam memastikan mekanisme penanggulangan berjalan sesuai ketentuan dan dapat digunakan tepat waktu,” ujar Cak Nur.
PFB merupakan inovasi pendanaan yang disiapkan pemerintah untuk mempercepat respons kebencanaan, termasuk pemulihan pasca bencana. Dalam kegiatan tersebut, dipaparkan pula mengenai strategi pembiayaan serta asuransi risiko bencana. Langkah mitigasi juga dilakukan melalui aksi penanaman vegetasi.
Cak Nur juga menekankan pentingnya menjaga kawasan Kota Batu yang berada di ketinggian 700–2000 mdpl, dengan kontribusi sektor pertanian, pariwisata, dan UMKM sebesar 47,43 persen terhadap perekonomian daerah.
“Fakta peningkatan kejadian bencana mendorong Pemkot Batu terus memperkuat mitigasi fisik, pemetaan kerawanan, susur sungai, pembersihan titik sumbatan, peningkatan kapasitas relawan, serta sistem kebencanaan terpadu,” terang Cak Nur.
Data yang dihimpun BPBD Kota Batu menyebutkan sepanjang tahun 2024 bencana hidrometeorologi sebanyak 84 persen atau 105 kejadian bencana. Jenis bencana yang dihadapi pada tahun 2025 ini tak jauh berbeda. Rinciannya 57 persen tanah longsor, 11 persen bencana banjir dan 25 persen bencana angin kencang sementara 7 persen lainnya terjadi bencana alam kebakaran hutan dan lahan.
Cak Nur menyampaikan lima arahan strategis sebagai peta jalan penanggulangan bencana. Diantaranya memperkuat sinergi pentahelix. Kolaborasi antara pemerintah, komunitas, dunia usaha, akademisi dan media harus diperkuat untuk menyiapkan sumber daya siaga bencana.
Kedua, membangun kesadaran masyarakat melaluo osialisasi, pelatihan dan simulasi bencana harus digencarkan untuk meningkatkan kapasitas warga sebagai garda terdepan.
Ketiga, menyatukan persepsi dan perencanaan. Perencanaan pengurangan risiko bencana harus kompak dan terintegrasi lintas sektor. Kemudian memperluas komunikasi ke level terbawah, informasi kesiapsiagaan harus sampai hingga tingkat desa dan kelurahan agar tidak ada yang terlewat.
“Kelima, mengaktifkan posko dan sistem peringatan dini. Posko siaga dan sistem peringatan dini di wilayah rawan bencana harus diaktifkan dan dipantau 24 jam,” tegasnya.
Hasil dari kerja kolaboratif ini mulai terlihat. Berkat sinergi dengan Forkopimda, ormas, dunia usaha dan masyarakat, indeks risiko bencana Kota Batu berhasil ditekan dari 81,0 pada 2023 menjadi 75,21 di 2024.
“Penanganan bencana tidak boleh lagi bersifat reaktif, tetapi harus berubah menjadi preventif. Kesiapsiagaan dan kesadaran diri adalah kunci agar kita mampu meminimalkan dampak dan korban bila bencana datang,” tuturnya.(der)