Penghancuran Pos Belanda Tegal Weru, Penyerbuan Sengkaling Hi­­­­­ngga Wingate Action Pertama ke Kota Malang

Dari kiri: Komandan Kompi Yusuf Abu Bakar, Kapten Soemitro memimpin parade upacara militer di Malang (1950), Kapten Sulam Samsun.

MALANGVOICE – Pos Belanda di Tegal Weru menjadi pos penting bagi mereka untuk memantau gelagat GRK yang akan memasuki Kota Malang. Oleh karenanya suaru keharusan strategis untuk menghancurkan pos tersebut agar terbuka lebar jalan masuk bagi pasukan GRK untuk melalukan wingate action.

Konsilidasi pasukan dilakukan di rumah Carik Tekung. Diputuskan serangan akan dilakukan pukul 03.00 dini hari dan dilakukan dari jurusan utara menuju selatan melalui sungai kecil. Serangan dipersiapkan dengan matang, senjata-senjata berat MG dan 12.7 dibawa serta. Pasukan yang bergerak adalah Kompi Yusuf Abubakar dengan penyerang dari peleton Sunjoto, Komandan Regu I Sersan Ngadisan, dan Komandan Regu II Kopral Pagang. Peleton Gondo diposisikan di jalan antara Tegal Weru-Sengkaling dan menjadi penghadang apabila pasukan Belanda mengerahkan bala bantuan dari daerah Sengkaling. Regu I Sersan Ngadisan sudah siap dengan persenjataan granat gombyok, tapi karena datang terlalu awal, jadinya cukup lama menanti untuk memulai serangan. Anjing Belanda menggongong, mengendus persembunyian mereka.

Pukul 03.00 serangan dimulai. Dalam pertempuran yang cukup dahsyat, pasukan Belanda yang berjumlah satu regu, tak seorang pun yang hidup. Selanjutnya, langkah strategis menghindari bala bantuan musuh, pasukan GRK segera bergerak mundur ke daerah Baran Kerinci dan berlanjut ke Petung Sewu. Paginya, setelah sukses melakukan penghancuran pos Tegal Weru, pasukan GRK, Batalyon Abdul Manan makan nasi gule kambing, setelah sekian lamanya tidak pernah makan enak. Terdengar kabar bahwa pasukan Belanda bertindak membabi buta di daerah Baran Kerinci, tapi GRK sudah jauh melanjutkan perjalanan.

Suatu siang Kapten Soemitro mendapatkan undangan lewat kurir, 2 orang pandu, untuk rapat di Kota Malang, di Taman Siswa (depan RS Lavalette). Padahal di belakang sekolah Taman Siswa ternyata markas pasukan Belanda. Untung tidak terjadi sesuatu yang tak diinginkan. Dalam rapat itu, ada kelompok yang berjanji membantu apabila pasukan akan mengadakan serangan ke kota Malang, yakni dengan demo pemogokan buruh, pemutusan aliran listrik dan aliran air minum.

Setelah penyerangan Tegal Weru, akses ke Kota Malang lebih leluasa. Serangan pertama terhadap Kota Malang pun dilakukan pada 31 Januari 1949. Kompi Yusuf dan Kompi Kusnadi (Kompi Alap-alap) mengawali dengan penyerbuan dan penghancuran pos Belanda di Sengkaling, serta menghasilkan kemenangan besar dan pasukan bias memasuki kota sampai siang hari. Dalam penyerangan ini gugur seorang prajurit bernama Moestari. Ternyata, kelompok yang berjanji membantu untuk pemutusan aliran listrik dan lain-lain cuma omong kosong dan diduga kuat ‘antek’ yang bekerja untuk kepentingan Belanda. Namun, GRK terus bergerak untuk menghancurkan kekuatan jaringan mata-mata yang begitu kuat saat itu.

Dalam situasi yang dianggap cukup aman, anggota GRK sudah berani berkeliaran di alam Kota Malang pada siang hari dengan penyamaran, menggunakan sarung dan peci, bersepeda seperti rakyat lainnya.

Maret 1949 GRK merencanakan serangan kedua. Mayor Hamid Rusdi memberikan mandat kepada Kapten Soemitro untuk memimpin penyerangan kali ini, dan berjalan dengan baik, serta memberikan kemenangan psikologis massa, semangat perjuangan yang semakin membara. Peran Peltu CPM Ngasino sungguh luar biasa pada penyerbuan kali ini. Kemenangan moril yang memotivasi rakyat untuk tidak putus asa dalam perjuangan meraih apa yang diimpikan bersama.

Usai serangan kedua ini, Kapten Soemitro diangkat sebagai Komandan Kota Malang oleh Mayor Hamid Rusdi. (idur)