Pelaku Usaha Hiburan Malam Nilai Kebijakan Wali Kota Malang tidak Solutif

Ilustrasi Demo Para Pekerja Tempat Hiburan Malam dan Karaoke (Istimewa)

MALANGVOICE – Pemerintah Kota Malang masih melarang tempat hiburan malam beroperasi pada masa pandemi Covid-19. Hal ini, membuat para pengusaha yang tergabung dalam Perkumpulan Karaoke dan Hiburan Malam (Perkahima) mulai menjerit. Pasalnya, ribuan karyawan yang bekerja pada sektor itu mulai mengeluh karena tidak ada penghasilan selama ini.

Salah satu pengusaha tempat karaoke dan hiburan malam, Robertus Dharma Surya, mengatakan, selama ini pihaknya sudah inten melakukan komunikasi dengan Pemerintah Kota Malang terkait hal tersebut, namun belum ada tanggapan.

“Kami sudah seringkali kirim surat ke Pemkot Malang, isi suratnya jika tempat karaoke dan hiburan malam siap menjalankan protokol kesehatan dengan baik, tapi belum ada jawaban,” kata Robert.

Ia membandingkan, beberapa kota lain di Indonesia seperti Semarang, beberapa kota di Jawa Barat dan juga Kota Batu dan Kabupaten Malang tidak melarang operasional tempat hiburan malam.

“Saya ambil contoh di Kota Batu. Pada saat membahas masalah operasional tempat hiburan malam mereka sangat kooperatif, dan kami diizinkan buka,” ujarnya.

Robert melanjutkan, jika Pemerintah Kota Malang melarang tempat hiburan malam dan karaoke beroperasi, maka seharusnya memberikan solusi bagi para karyawan yang sudah tidak bekerja.

“Ada sekitar 1500 karyawan karaoke dan hiburan malam tidak bekerja akibat kebijakan ini. Kalau memang dilarang mohon dipikirkan nasib mereka, entah diberi bantuan atau apa yang bisa membantu kehidupan mereka,” tandasnya.

Bahkan, lanjut Robert, para karyawan tersebut sudah mewacanakan untuk menggelar aksi demo kepada Wali Kota Malang. “Karena kebijakannya tanpa solusi, mereka sudah bicara soal perut tidak perlu kita bicara soal moral terlebih dahulu,” tegasnya.

Dikatakan pula, selama ini Karaoke dan Tempat Hiburan malam juga sudah menyumbang Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang cukup besar bagi Pemerintah Daerah.

“Pajaknya saja kita setor 35 persen sesuai aturan BP2D selama ini, jadi kami tetap berharap agar Pemkot Malang segera memikirkan hal ini, karena ada ribuan masyarakat yang terdampak akibat kebijakan ini,” tuturnya.(hmz)