Pelajar Bunuh Begal di Gondanglegi Jalani Sidang Perdana

ZA (17) saat didampingi oleh kuasa hukum serta orang tuanya usai menjalani sidang perdana di Pengadilan Negeri Kepanjen. (Toski D)
ZA (17) saat didampingi oleh kuasa hukum serta orang tuanya usai menjalani sidang perdana di Pengadilan Negeri Kepanjen. (Toski D)

MALANGVOICE – Perjalanan remaja berinisial ZA (17) pelajar SMA asal Gondanglegi yang terlibat kasus pembelaan diri sehingga menyebabkan seorang pelaku begal tewas, saat ini memasuki tahap persidangan yang pertama, Selasa (14/1).

Dalam persidangan yang digelar secara tertutup tersebut, dihadiri ayah tiri ZA, yaitu Sudarto, didampingi pengacara Bakti Riza, dan Pembimbing Kemasyarakat Madya Bapas Malang, selaku kuasai hukum dari ZA, Indung Budiarto.

Indung Budiarto mengatakan, pihaknya akan mendampingi proses hukum hingga selesai. Hari ini sidang perdana dengan agenda pembacaan dakwaan oleh jaksa. Sedangkan agenda sidang esok adalan, pembacaan eksepsi dari pengacara.

“Saat tersandung kasus, ZA masih berusia 17 tahun 8 bulan. ZA ini masih sekolah kelas XII dan masuk kategori anak. Kami ingin ZA dibina dalam lembaga. Nanti yang bersangkutan kami titipkan di salah satu pondok pesantren di Kecamatan Wajak. Agar mempelajari agama dan pendidikan formal tetap jalan, sampai lulus,” jelasnya.

Sementara itu, kuasa hukum ZA, Bakti Riza menyampaikan, sebenarnya dalam kasus ini ada beberapa pasal yang akan dikritisi dalam pembacaan eksepsi tanggal 27 Januari 2020 besok, karena ada yang tidak runtut dan terkesan tidak jelas.

“Ada pasal yang kami kritisi. ZA didakwa pasal 340, 338, 351 (3), dan UU daruat pasal 2 (1). Ini yang akan kami kritisi. Kenapa tidak jelas, salah satu contoh ZA dituduh melakukan pembunuhan berencana. Tapi, ZA berboncengan dengan teman perempuannya lalu dicegat begal,” ulasannya.

Bahkan, lanjut Bakti, pihak jaksa kurang bisa mengurai secara jelas mengenai proses sebab akibat sehingga terjadi proses pembelaan diri berujung meninggalnya pelaku begal.

“Padahal dia (ZA) melakukan itu karena unsur paksaan atau overmacht. Saat itu dia sudah menyerahkan harta bendanya. Tapi si perampok meminta lebih dengan meminta keperawanan teman wanitanya. Dengan begitu, seharusnya dikenakan pasal 49 sama 50 KUHP ada satu tindak pidana yang tidak dipidana. Ketika dia berusaha mempertahankan harkat dan martabatnya. Itulah yang kami ingin sampaikan,” pungkasnya. (Der/ulm)