MCW Sebut Partai Peserta Pileg Kota Malang Tidak Transparan soal Dana Kampanye

Badan Pekerja MCW, Intan Dita di DPRD Kota Malang, Rabu (30/1). (Aziz Ramadani /MVoice)
Badan Pekerja MCW, Intan Dita di DPRD Kota Malang, Rabu (30/1). (Aziz Ramadani /MVoice)

MALANGVOICE – Partai politik (Parpol) peserta pemilu legislatif (pileg) berpotensi melakukan praktik korupsi. Sebab, Malang Corruption Watch (MCW) menilai banyak parpol yang tidak transparan soal dana kampanye.

MCW pun mengimbau agar masyarakat lebih selektif saat memilih anggota yang akan mewakili mereka di kursi parlemen, April mendatang.

Badan Pekerja MCW, Intan Dita menjelaskan, berdasarkan Peraturan KPU Nomor 24 Tahun 2018 tentang Dana Kampanye Pemilihan Umum Pasal 1 menyebutkan jika dana kampanye baik berupa uang, barang, dan jasa yang digunakan peserta pemilu wajib dilaporkan.

“Tapi kenyataannya di Kota Malang, pelaporan awal dana kampanye (LADK) baru dilakukan satu partai yaitu PDI Perjuangan. Namun identitas lengkap penyumbang tidak disertakan secara detail oleh penyumbang,” katanya saat menggelar konferensi pers di gedung DPRD Kota Malang, Rabu (30/1).

Padahal, lanjut Intan, berdasarkan PKPU Nomor 24 Tahun 2018 pasal 64 dinyatakan jika parpol yang tidak menyampaikan LADK sampai waktu yang ditentukan akan dikenai sanksi pembatalan sebagai peserta pemilu di wilayah yang bersangkutan. Proses pelaporan dana kampanye sendiri ada tiga tahapan. Mulai laporan dana awal kampanye (LADK), laporan penerimaan sumbangan dana kampanye (LPSDK), dan laporan penerimaan dan pengeluaran dana kampanye (LPPDK).

“Proses pelaporan LADK terakhir dilaksanakan 23 September 2018, dan LPSDK dilaporkan pada 1 Januari 2019 kepada KPU Kota Malang,” imbuhnya.

Intan menambahkan, berdasarkan kajian MCW, pelaporan LPSDK dilakukan oleh 13 partai politik. Akan tetapi terdapat satu partai yaitu Nasdem tidak menyampaikan LPSDK kepada KPU. Sedangkan dari hasil akhir yang diumumkan, pembiayaan yang digunakan untuk pencalonan legislatif masih cukup besar, dan sumber penyumbang belum jelas. Sehingga membuat kecurigaan di masyarakat.
Pada LPSDK dijelaskan jika dana yang digunakan parpol dan calon anggota diatur dengan proporsi 30 persen (parpol) banding 70 persen (caleg). Sedangkan jenis sumbangan terbagi atas uang, barang, dan jasa.

“Sumber pendanaan dari caleg yang lebih besar dibanding sumber pendanaan parpol patut dicurigai. Terlebih dalam PKPU tidak diatur adanya batas maksimal dari partai politik dan dan caleg. Sedangkan jenis sumber pendanaan paling banyak berasal dari LPSDK sebesar 67 persen,” urainya.

“Namun di dalam pencatatan tidak dijelaskan secara detail bentuk sumbangan jasa yang diberikan. Sedangkan sumbangan lainnya tidak menyertakan identitas penyumbang secara mendetail,” imbuh perempuan berhijab itu.

MCW pun menilai jika format pelaporan LADK dan LPSDK kurang detail dan rinci. Sehingga partai politik hanya melaporkan dana kampanye seadanya. Sehingga masyarakat tidak dapat mendeteksi penyumbang sementara kepada calon legislatif ataupun parpol.

“Sehingga KPU Kota Malang harus mendesak KPU RI untuk menyediakan format laporan yang lebih terperinci dan rinci. Agar terjadi transparansi dan dan akuntabilitasi kepada masyarakat secara maksimal,” pungkasnya.(Der/Aka)