Mahasiswa Rentan Terpapar Paham Radikalisme

Universitas Brawijaya (UB) Malang menggelar seminar 'Peran Santri dalam Memperkokoh Persatuan Bangsa' di gedung Widyaloka UB, Kamis (18/10). (Lisdya)

MALANGVOICE – Menjelang Hari Santri Nasional (HSN) yang jatuh pada tanggal 22 Oktober mendatang, Universitas Brawijaya (UB) Malang menggelar seminar ‘Peran Santri dalam Memperkokoh Persatuan Bangsa’ di gedung Widyaloka UB, Kamis (18/10).

Dalam seminar itu, Ahli Sosiologi Pemerintahan Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) Zuly Qodir hadir menjadi pembicara. Ia mengatakan, Badan Intelijen Negara (BIN) pernah melakukan survey terkait maraknya paham radikalisme di dunia perkuliahan beberapa waktu lalu. Dari survey di 15 provinsi menyebutkan sekitar 80 persen mahasiswa terpapar paham radikalisme.

Tak hanya itu, 41 persen sisanya pun setuju dengan pendirian negara Islam Indonesia. Dan mirisnya, hanya 20 persen mahasiswa yang masih berada dalam garis aman atau tetap mendukung NKRI yang berlandaskan Pancasila.

Menurutnya, generasi milenial saat ini dinilai selalu bersikap reaksioner. Hal itu ditunjukkan dengan debat argumen tentang filosofi kenegaraan di media sosial.

Selain itu, dikatakannya alasan terkait sikap reaksioner disebabkan oleh proses pengajaran yang dilakukan oleh sekolah maupun perguruan tinggi yang sifatnya mendikte anak.

Ia pun menjelaskan bahwasanya anak muda sekarang sedang di-drive dan diberi asupan indoktrinasi, sehingga kemampuan mereka dalam menganalisis semakin dibatasi.

“Sangat reaksioner dan setuju untuk melakukan kekerasan, karena tidak perlu analitik dan informasi jelas, yang diberikan kepada mereka pernyataan-pernyataan yang tidak butuh dikonfirmasi,” katanya.

banner

Dari survey yang dilakukan olehnya, ditemukan siswa-siswi dari kelas 3 SMA hingga semester III perguruan tinggi lebih menyukai informasi yang sifatnya pernyataan, daripada narasi yang membutuhkan analisis lebih lanjut.

“Mereka (milenial) lebih suka ‘Ustaz Google’, karena tidak perlu konfirmasi kebenarannya, seolah-olah semua yang disabdakan ‘Ustaz Google’ itu benar,” katanya sembari bergurau.

Lebih lanjut, ia pun mengatakan tidak adanya upaya konfirmasi dan analisis setiap informasi yang diterima, sangat berimplikasi pada mudahnya seseorang terpapar paham radikalisme. (Der/Ulm)