Liwetan Akbar Ajang Silaturrahmi Kiai Lintas Generasi

Liwetan akbar 2000 santri Lintas Generasi se Jawa Timur digelar oleh Pengurus Wilayah Ribitoh Maahid Islamiyah (PWRMI) NU di PP. Sabilur Rosyad Gasek Malang, Selasa malam (29/1) kemarin. (Istimewa)

MALANGVOICE – Liwetan Akbar Pengurus Wilayah Ribitoh Maahid Islamiyah (PWRMI) Nahdlatul Ulama (NU) berlangsung khidmat di Pondok Pesantren Sabilur Rosyad Gasek Malang, Selasa malam (29/1). Dihadiri sekitar 2000 santri NU se-Jawa Timur, momentum itu juga jadi ajang silaturahmi kiai lintas generasi.

Ketua PW RMI Jawa Timur, Gus Zaky Hadziq mengatakan, bahwa acara Liwetan Akbar ini merupakan ajang silaturrahmi lintas generasi para santri, para gus dan para kiai antar pondok pesantren se -Jawa Timur.

“Ini merupakan acara kita semua dan akan dilaksanakan secara berkala agar terwujud silaturahmi antar Pondok Pesantren se Jawa Timur,” tutur Gus Zaki.

Silaturahmi ini sangat penting, lanjut dia, apalagi saat ini di tahun politik potensi untuk mengadu domba antar umat sangat besar sekali. Karena itu, pesantren sebagai institusi yang besar dan tumbuh di masyarakat diharapkan mampu meredam dan mendinginkan suasana

“Agar tidak terjadi perpecahan hanya gara -gara perbedaan pilihan politik,” pungkasnya.

Sementara itu, KH. Marzuki Mustamar berpesan, bahwa kesepakatan bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah final. Kenapa para pendiri NU yg notabene adalah pendiri bangsa ini menyepakati bentuk negara NKRI, karena memang yang sesuai untuk Indonesia adalah NKRI.

“Para sesepuh kita pendiri bangss, sudah meletakan dasar! mengingat Indonesia terdiri dari beberapa agama dan ribuan suku. Makanya bentuk negara yang paling tepat adalah NKRI,” kata Marzuki.

Bentuk NKRI itu, masih kata Marzuki, tidak bertentangan bertentangan dengan syariah Islam. Karena kalau melihat dari dasar negara yaitu Pancasila sudah sesuai dengan nilai Islam ahlis sunnah waljamaah annahdliyyah.

“Kalau ada yang mengatakan bahwa NKRI itu bertentangan adenga syariah Islam yg dibuktikan dengan tidak bisa diterapkannya hukum Islam misalnya qishos dan rajam, saya berpendapat bahwa hukum tersebut tidak bisa diterapkan di Indonesia karena situasi tertentu,” urainya.

Marzuki menambahkan, bahwa Rasulullah pernah melakukan itu ketika Perang Khandaq. karena situasi perang akhirnya Rasulullah tidak bisa melakukan salat Ashar pas diwaktu Ashar tapi melaksanakannya di waktu Maghrib.

“Apakah Rasulullah bisa dikatakan menentang syariah? Tentu tidak, Rasulullah tidak bisa melaksanakan syariah karena ada situasi tertentu yaitu sedang melakukan pertempuran di Perang Khandaq,” pungkasnya.

Acara ini diakhiri dengan makan bersama nasi liwet dan makan di wadah talam atau nampan bersama sama.(Der/Aka)