Kuasa Hukum Warga Duga SHM Penggugat Sengketa Tanah Junggo Cacat Hukum

Kuasa Hukum Warga Peradi Bersatu, Kayat. (Aan)

MALANGVOICE – Polemik sengketa tanah Dusun Junggo, Tulungrejo, Bumiaji, Kota Batu kembali memanas. Tanah yang ditempati 45 KK di RT 6 dan RT 7 RW 9 itu tiba-tiba digugat dr Widya seorang dokter dari Kelurahan Klojen, Kota Malang.

Beberapa waktu lalu, Kuasa Hukum Widya, Sumardhan mengatakan kliennya membeli tanah itu pada tahun 1988. Ia membeli tanah itu dari seseorang bernama Larasati yang memiliki tanah itu sejak tahun 1975.

“Klien saya membeli tanah itu dari seseorang dan tanah itu sudah bersertifikat. Saat ini, tanah tersebut telah diperkuat dengan sertifikat hak milik (SHM) atas nama klien saya,” jelas Sumardhan.

Klaim itu ditampik Kuasa Hukum Warga yang mengatasnamakan diri mereka Peradi Bersatu. Ada delapan pengacara yang tergabung di Peradi Bersatu mewakili 35 KK.

Salah satunya adalah Kayat, ia menduga kuat SHM yang dimiliki penggugat cacat hukum. Dugaan itu karena berdasarkan data yang timnya kumpulkan tanah itu mutlak tanah bondo desa.

Data yang dimiliki Peradi Besatu menyebutkan tanah sengketa itu pada awalnya bersertifikat atas nama Djien Sing Oe pada tahun 1930. Kemudian tanah itu beralih kepemilikan atas nama beberapa pejabat salah satunya milik Larasati istri mantan Gubernur Jatim, M. Noer.

Tanah yang dimiliki Larasati seluas 0,5 ha atau … meter. Sedangkan yang digugat oleh penggugat seluas 4.731.

“Artinya ada cacat hukum. Kami menilai secara hukum seperti itu,” jelas Kayat.

Timnya telah menyiapkan dasar hukum untuk mendukung klaim tersebut. Setidaknya ada dua dasar hukum yang diungkapkan oleh Kayat.

“Pertama, hukum penelantaran tanah. Tanah itu telah ditelantarkan sangat sangat lama sekali,” imbuh Kayat.

Warga menurut Kayat sudah menempati tanah itu selama 19 tahun bahkan 20 tahun. Bahkan, lanjutnya, sejak 53 sampai sebelum ada gugatan yang dilayangkan juga sudah dikuasai warga.

“Kedua, hukum absente, artinya pemilik yang tidak berada di kecamatan itu harus menyerahkan kepada orang yang berada disitu selama enam bulan. Kalau tidak dipindahkan ke orang itu maka negara berhak untuk mencabut tanah tersebut,” tukas adik Wakil Wali Kota Batu, Punjul Santoso itu.

Sementara itu, Kepala Desa Tulungrejo Suliyono mengatakan kedua belah pihak harus ada satu pemahaman. Status hukum tanah itu harus jelas terlebih dahulu.

“Saya sebagai kades merasa satu visi itu penting sekali. Hal itu untuk menghindari perbedaan pendapat semacam ini,” tandasnya.(der)