MALANGVOICE – Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) perusahaan atau akrab disebut Corporate Social Responsibility (CSR), kini menjadi instrumen penting untuk menunjang pembangunan di Kota Malang.
Oleh beberapa kalangan, pemanfaatan dana CSR disebut sebagai inisiatif Pemkot Malang untuk membangun kota tanpa menggunakan APBD.
Beberapa modifikasi taman, sebut saja Taman Merbabu, Taman Trunojoyo, Taman Kunang-kunang, dan terakhir Hutan Kota Malabar, direnovasi menggunakan anggaran itu.
Dalam berbagai kesempatan, Wali Kota Malang, HM Anton, mengatakan, penggunaan dana CSR itu selain karena keterbatasan APBD, juga bagian dari upaya kreatif Pemkot Malang dalam hal pembangunan.
“Satu di antara yang harus kita dorong adalah pembangunan dengan CSR, sebagai bentuk kebersamaan,” kata Anton.
Tentu saja tidak hanya untuk membangun taman. Dana CSR juga digulirkan untuk kepentingan sosial, pendidikan dan pariwisata, seperti Bus Sekolah dan Bus Malang City Tour (Macyto).
Pemakaian dana CSR sendiri bukan tanpa masalah atau berjalan mulus, beberapa persoalan kini mulai mencuat dari penggunaan dana itu.
Masih hangat dalam ingatan, saat Bank Rakyat Indonesia (BRI) Kota Malang ingin membangun drive thru di Alun-alun Kota Malang. Banyak kalangan menyebut pembangunan drive thru merupakan kompensasi yang diberikan Pemkot, karena BRI sudah mengucurkan dana puluhan miliar untuk mempercantik wajah Alun-alun Medeka.
Karenanya, dana CSR kini mulai disoal terkait mekanisme dan aturan hukumnya. Revitalisasi Hutan Kota Malabar yang menggunakan dana CSR PT Otsuka juga mendapat sorotan dari Ketua DPRD Kota Malang, Arief Wicaksono, terkait lokasi pemberian CSR.
Politisi PDI Perjuangan itu dengan tegas mempertanyakan maksud PT Otsuka di Lawang, Kabupaten Malang, karena telah memberi CSR pada Kota Malang.
Sebenarnya aturan mengenai CSR sendiri sudah tertuang dalam UU No 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (PT).
Pasal 1 angka 3 UU itu menyebut, CSR merupakan bentuk komitmen perseroan dalam berperan demi pembangunan ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan yang baik.
Penegasan kewajiban dana CSR tersebut juga ditekankan dalam Pasal 74 dikatakan ada sanksi sesuai dengam ketentuan peraturan perundangan yang berlaku.
Bahkan dalam undang-undang lain yakni UU No 25 Tahun 2007 tentang penanaman modal, ada sanksi bagi para penanam modal yang tidak mengucurkan dana CSR-nya hingga sampai pada pencabutan izin usaha.
Terlepas dari manfaat positif yang diterima Pemkot dalam penggunaan dana CSR ini, mekanisme lapangan akan pengucuran dana ini juga perlu diatur agar tidak menyimpang dari track yang ada.
Pertanyaan yang timbul yakni, perlukah ada Perda yang mengatur CSR di Kota Malang?