Ketua Pokdarwis Jatim: Kota Batu Bukan Milik Investor

Ketua Pokdarwis Jatim, Purnomo Anshori (kanan) bersama Kepala Disparta Kota Batu, Arief As Siddiq. (Aan)

MALANGVOICE – Ketua Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Jatim, Purnomo Anshori, mengatakan, selama bertahun-tahun masyarakat Kota Batu menjadi penonton di tanahnya sendiri. Sementara perputaran pariwisata dipegang investor sepenuhnya.

Selain itu, Purnomo beranggapan masyarakat Kota Batu dinilai tak punya kuasa atas pariwisata di kotanya sendiri.

“Namun, masa itu harus diakhiri, Kota Batu bukan milik investor, tapi milik kita, Pokdarwis (Kelompok Sadar Wisata). Kemajuan pariwisata ada di tangan kita,” tegas Anshori dalam Rapat Kerja (Raker) Desa Wisata yang digelar Dinas Pariwisata (Disparta) Kota Batu di Balai Desa Oro-oro Ombo, Kota Batu, Kamis (04/03).

Pembukaan raker. (Aan)

Demi meraih kendali pariwisata ke tangan Pokdarwis, Anshori menyarankan perlunya kelembagaan desa wisata yang jelas. Pengelolaan desa wisata harus dipegang satu lembaga saja.

“Entah itu Bumdes (Badan Usaha Milik Desa), Pokdarwis, Ladesta (Lembaga Desa Wisata) terserah apa namanya. Yang penting harus ada satu yang memegang kendali,” jelasnya.

Pengelola desa wisata menurut Anshori harus meredam keinginan mendapatkan keuntungan bagi diri sendiri. Niat awal harus ditata semata-mata untuk kemajuan desa.

“Jika mindset ingin mendapat keuntungan, maka kemungkinan besar malah tidak mendapat apa-apa. Yang saya tau ada 158 desa wisata di berbagai tempat yang bubar karena mindset ingin mendapat keuntungan,” jelasnya.

Selain itu, dalam mengelola desa wisata perlu pemahaman tentang perbedaan wisata desa dan desa wisata. Pemahaman ini diperlukan agar pengelola desa wisata dapat memposisikan diri secara tepat.

Ia menjelaskan wisata desa adalah wisata yang menyajikan pengalaman sesaat yang menjadikan penduduk desa sebagi objek. Sedangkan desa wisata adalah wisata yang mengedepankan pengalaman hidup di desa yang diselenggarakan dengan interaksi antar wisatawan dengan penduduk desa.

“Jadi di desa wisata ini, penduduk desa sebagai subjek. Sehingga diperlukan paket wisata yang tertata agar penduduk desa dapat berlaku sebagai subjek,” lanjut pria asal Gubuk Klakah, Kecamatan Poncokusumo, Kabupaten Malang itu.

Paket wisata itu meliputi agenda wisata, tempat wisata hingga homestay sebagai tempat menginap. Paket wisata itu harus dikonsep dengan baik.

“Harus diketahui potensi desa apa, jika dimanfaatkan permasalahannya apa. Jika sudah ketemu tinggal jalan saja,” ujarnya.

Potensi desa itu perlu benar-benar digali kata Anshori, karena potensi itulah yang membedakan desa satu dan desa lain. Jadi Pokdarwis di Kota Batu tetap bisa saling kerja sama tanpa perlu merasa saingan karena masing-masing desa memiliki potensi yang berbeda.

“Jika potensi sudah tergali dan dapat dimanfaatkan dengan manajemen kelembagaan yang bagus. Pariwisata di Kota Batu akan menjadi milik Pokdarwis,” tandasnya.(der)