MALANGVOICE – Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Malang melakukan penjemputan paksa terpidana kasus pencabulan, Tatak Unggul (26) warga Jalan Urip Sumoharjo, Desa Larangan, Sidoharjo, Senin (30/9) kemarin.
Kepala Kejari Kota Malang, Amran Lakoni, mengatakan, penjemputan paksa itu dilakukan setelah terpidana yang divonis karena pencabulan dipanggil melalui surat tidak pernah hadir.
“Kemarin (Senin 30/9), tim Jaksa yang dipimpin Kasi Pidum Wahyu Hidayatulloh telah menjemput seorang narapidana Tatak Unggul dari tempat tinggalnya di Sidoarjo. Tatak sampat dipanggil lewat surat, namun tidak datang. Tatak merupakan narapidana kasus pencabulan di tahun 2016 silam, dan terpidana langsung dibawa ke Lapas Lowokwaru Malang,” ungkapnya.
Penjemputan paksa tersebut, lanjut Amran, dilakukan berdasarkan putusan dari Mahkamah Agung (MA), karena yang bersangkutan telah divonis hukuman penjara selama 2 tahun 6 bulan dan denda 100 juta, subsider 1 bulan kurungan.
“Sebelumnya, napi ini, pernah divonis Pengadilan Negeri (PN) atas kasus pencabulan dengan hukuman 1 tahun 6 bulan. Tapi, ia melakukan banding ke Pengadilan Tinggi dan divonis 10 bulan penjara,” jelasnya.
Akan tetapi, tambah Amran, terpidana Tatak tersebut melalui JPU mengajukan Kasasi ke Mahkamah Agung (MA).
“Nah, di MA itulah Tatak diputus 2 tahun 6 bulan. Mulai kemarin, terpidana menjalani hukuman dengan dipotong tahanan 10 bulan yang telah dijalani,” tandasnya.
Sementara itu, JPU yang menangani kasus ini, Isye Sufradani menjelaskan, kasus ini terjadi sekitar tanggal (25/02/2016), silam. Saat itu, terpidana yang masih mahasiswa melakukan dugaan pencabulan dengan jadi “begal” payudara.
“Saat melakukan aksinya di Jalan Kendalsari, Lowokwaru, terpidana dengan mengendarai sepeda motor meremas payudara anak anak SMA yang sedang pulang sekolah dengan jalan kaki. Setelah memegang, ia langsung kabur. Namun korban menghafal no plat motor. Sehingga korban melapor, dan akhirnya dan diproses,” ulasnya.
Karena ulahnya, Tatak Unggul yang melakukan perbuatan tidak senonoh tersebut sudah beberapa kali dengan beberapa korban yang mengakibatkan korban mengalami gangguan psikis, bahkan tidak mau sekolah. Akhirnya terpidana dikenakan Undang Undang perlindungan anak no 35 tahun 2014. (Der/Ulm)