MALANGVOICE – Tindakan tak terpuji dan upaya penghalangan kerja-kerja jurnalis kembali terulang. Tragisnya, hal itu justru terjadi di sebuah institusi pendidikan.
Kali ini dialami fotografer Radar Kanjuruhan, Falahi Mubarok. Kamera miliknya dirampas staf SMK Jaya Negara, Desa Sumberwaras, Kelurahan Kalirejo, Kecamatan Lawang, Kabupaten Malang, saat melakukan liputan bencana longsor yang mengakibatkan tembok pagar sekolah ambruk, Selasa (28/2) kemarin.
Falahi Mubarok datang ke lokasi, Rabu (1/3). Sesampainya di sekolah korban meminta izin ke Satpam dan mengisi daftar tamu, kemudian dipersilahkan masuk.
“Setelah saya masuk dan sempat wawancara dengan pekerja yang membersihkan material, muncul Humas sekolah sembari berteriak,” kata Barok, sapaan akrabnya.
Ia pun menyampaikan jika sedang liputan dan menunjukkan id card pers ketika ditanya oleh Humas. Pihak Humas meminta korban untuk tidak meliput.
“Tidak boleh mas. Tidak usah diliput,” ungkapnya menirukan perkataan Humas sekolah.
Korban kemudian meminta untuk bertemu dengan kepala sekolah. Namun, sama Humas yang enggan menyebut identitasnya itu dijawab kepala sekolah sedang tidak ada di tempat.
Korban juga menanyakan alasan larangan meliput bencana longsor di sekolah.
“Pokoknya tidak boleh, kami punya hak di sini,” ungkapnya lebih lanjut menirukan perkataan Humas sekolah.
Humas tersebut meminta Satpam mengeluarkan korban dari lingkungan sekolah sehingga sempat terjadi ketegangan.
Korban sempat merekam kejadian tersebut menggunakan kamera HP. Tak berselang lama, HP miliknya diambil secara paksa salah satu staf dan menghapus video yang diambil sebelumnya.
“Ada empat orang mendekati saya, salah satu dari mereka mengambil ponsel saya secara paksa,” akunya.
Tindakan serupa dialami beberapa jurnalis lain yang baru tiba di lokasi. Mereka dilarang masuk ke dalam sekolah oleh Satpam yang bertugas.
Kejadian itu disayangkan organisasi profesi, Pewarta Foto Indonesia (PFI) dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI). Kedua organisasi ini mengecam keras peristiwa tersebut.
Kerja jurnalis dilindungi oleh undang-undang dan diatur dalam Pasal 18 Undang-Undang Pers, di mana setiap orang yang menghalangi kebebasan pers diancam penjara maksimal dua tahun, dan denda maksimal Rp500 juta.
“Kami berharap perusahaan media melaporkan peristiwa ini ke Dewan Pers dan kepolisian, karena pelaku penghalang-halangan kerja jurnalistik melanggar undang-undang dan bisa diancam pidana,” kata Ketua PFI, Hayu Yudha Prabowo.
Pihaknya meminta masyarakat supaya menghormati jurnalis yang bekerja secara profesional dan tidak menghalangi saat meliput untuk kepentingan publik.
“Untuk jurnalis agar bekerja secara profesional dan patuh terhadap Kode Etik Jurnalistik,” jelasnya.