Jangan Asal Displai Karya, Ini yang Benar menurut Konsultan Museum Istana Kepresidenan

Mikke Susanto Kurator Nasional saat beri praktik displai pameran di Omah Kitir Kota Batu, Sabtu (21/4). (Aziz / MVoice)
Mikke Susanto Kurator Nasional saat beri praktik displai pameran di Omah Kitir Kota Batu, Sabtu (21/4). (Aziz / MVoice)

MALANGVOICE – Displai dalam sebuah pameran menjadi faktor penting karya tersampaikan dengan maksimal. Maka digelar workshop tentang displai pameran seni rupa Tyaga Art Management, Sabtu (21/4) di Omah Kitir Kota Batu.

Tak tanggung-tanggung, panitia menghadirkan expert di bidangnya, yakni Mikke Susanto. Konsultan Kuratorial Museum Istana Kepresidenan ini beri seluruh ilmunya tentang displai pameran seni rupa.

Mikke memaparkan materinya tentang pekerjaan dan dinamika dalam dunia pameran. Khususnya, berkaitan dengan penataan objek yang dipakai atau displai. Ada bermacam strategi displai yang berkaitan dengan banyaknya variasi ruang yang akan dikelola.
Ini kemudian menyebabkan setiap desainer ruang, atau arsitek ruang, atau kurator, harus membuat cara baru pada setiap pameran. Meskipun karya seni rupa merupakan karya lama. Tapi akan tetap terlihat baru.

“Bagaimana penataan lukisan yang ukurannya berbeda-beda. Ruangan itu tingginya berapa, kemudian pengunjungnya seperti apa,” ujar alumnus ISI Yogyakarta ini.

Paling penting, lanjut Mikke, konsep tentang pameran, harus punya aplikasi terhadap displai.
Konsep atau tema pameran, harus diimplementasikan ke dalam ruang pamer itu sendiri.

“Tidak seperti pameran perdagangan yang diulang-ulang, konsepnya cuman naruh toko di dalam ruangan, tentu bukan begitu,” jelas pria juga tercatat dalam 408 kurator dunia versi majalah online Universes in Universe.

“Kami membuat arsitektur ruang yang dibangun karya-karya seni itu sendiri. Ada ruang pamer di dalam ruangan, ada ruang pamer di luar ruangan, bersimbiosis atau mengalami sinkronisiasi antar banyak hal,” imbuhnya.

Tema yang kerap ditanyakan peserta workshop kepadanya, adalah jenis ruang white cube. Menurutnya, white cube menjadi contoh bagaimana memberi ruang yang luar biasa bagi karya seni.
Karena, dalam ruang pamer itu, tidak boleh mencantumkan benda-benda yang tidak berhubungan sama sekali dengan karya seni.

“Kita nggak boleh meletakkan pot bunga, unsur-unsur hias di dalamnya. Jendela harus ditutup semua, karena misal sudah ada AC. Langit-langit (ruang pamer) jangan sampai lebih rumit daripada lantai atau dinding atau karya seni,” urainya.

Sementara itu, Art Director Management Workshop, Tyaga Art Management, Ayu Nur Aisyah menambahkan, masih kurang mengerti akan art management dan displai menjadi akar diadakannya workshop. Selain agar menambah keilmuan, sejumlah 37 peserta yang hadir diharapkan dapat menciptakan pamerannya sendiri yang berkonsep pada menghargai suatu karya.

“Jadi bukan asal bikin pameran, lalu didisplai asal-asalan. Kalau begitu pengunjung pun juga bisa juga tidak menghargai, dan di sini masih belum banyak yang mengerti akan hal tersebut,” kata perempuan akrab disapa Ana ini.

Usai workshop, lanjut Ana, akan digelar acara lanjutan bertajuk Seminar Nasional dan Workshop Manajemen Seni Rupa, Minggu (22/4). Selain Mikke Susanto, pemateri kompeten dihadirkan yakni Putu Sutawijaya Owner Sangkring Art Space dan Pustanto Kepala Galeri Nasional Indonesia.(Der/Aka)