Djoemain, Saksi Hidup Malang Bumi Hangus

Kasdi dan Djoemain, veteran Republik Indonesia (Tika)

MALANGVOICE – Suaranya masih terdengar jelas dan lantang. Langkahnya juga masih tegap walaupun usianya sudah memasuki 86 tahun.

Dia adalah Djoemain, Ketua Ranting Legiun Veteran Republik Indonesia (LVRI) Bululawang.

Djoemain adalah salah satu saksi hidup perjuangan merebut kemerdekaan Republik Indonesia.

“Tahun 1946 hingga 1949 saat agresi militer Belanda saya ikut berperang melawan Belanda,” jelas mantan veteran dari Angkatan Darat ini.

Laki-laki dengan tujuh anak ini menceritakan kondisi pejuang Malang merebut kemerdekaan.

Saat itu, dalam ingatannya, kondisi sangat genting. Bangunan hancur rata dengan tanah. Mayat-mayat para pejuang dan orang tak berdosa bergelimpangan.

“Kantor Pos itu dulu dihancurkan, dibom, semuanya rata dengan tanah. Tentara kita dipukul mundur,” jelasnya saat ditemui di lingkungan Pendopo Agung, Kepanjen, Kabupaten Malang.

Djoemain yang ditemani oleh rekannya sesama pejuang, Kasdi (93) melanjutkan ceritanya. Ketika tentara dipukul mundur, mereka berlindung di benteng pertahanan para pejuang, kawasan Celaket yang kini menjadi RSSA.

“Rumah sakit itu dulu benteng pertahanan kami. Saya pernah melalui masa ketika berperang, 2.500 orang gugur. Saat itu Bupati Malang masih Kyai Ageng Gribig,” cerita laki-laki yang memulai karir militernya dari Barisan Keamanan Rakyat (BKR) ini.

Djoemain juga bercerita, salah satu strategi para pejuang kembali merebut Malang dari tangan penjajah.

“Dulu, di RSSA itu ada gua pertahanan, kalau gerilya kami lewat situ. Guanya seperti lorong panjang tembus Splendid (sekarang Jalan Majapahit),” cerita mantan Kaposkesdim 0833 ini.