Dewan Curigai Ada yang Bermain Pajak Hotel di Kota Batu

Rapat Komisi B DPRD Kota Batu bersama Bapenda Kota Batu. (Aan)

MALANGVOICE – Pajak hotel di Kota Batu dinilai oleh Anggota Komisi B DPRD Kota Batu tak masuk akal. Pasalnya ada hotel bintang 4 di Kota Batu yang hanya setor Rp 18 juta per bulan.

Hal ini, jika dibandingkan dengan setoran pajak cafe saja sudah sangat jauh. Pasalnya di Kota Batu ada cafe yang setor sampai Rp 40 juta per bulan.

Sehingga kecurigaan disampaikan oleh Anggota Komisi B DPRD Kota Batu, Syaifudin. Ia menilai ada yang bermain dengan setoran pajak hotel di Kota Batu.

“Masak pajak hotel kalah jauh dari pajak cafe? Cafe saja satu bulannya bisa menyetorkan pajak hingga Rp 40 juta. Lah ini, ada hotel bintang 4 satu bulannya hanya menyetorkan pajak sebesar Rp 18 Juta. Ini kan sangat tak masuk akal padahal kalau dilihat hotel itu juga cukup ramai,” tutur Syaifudin.

Ia membandingkan saat melakukan kunjungan ke Kota Solo beberapa waktu lalu. Pajak salah satu hotel di sana menurut dia bisa mencapai Rp 300 – Rp 350 juta perbulan.

“Kondisinya ya sama, pada masa pandemi tapi bisa segitu pajaknya. Padahal jika dibandingkan masih lebih ramai di Kota Batu,” jelasnya.

Ia menegaskan bahwa kondisi pajak hotel di Kota Batu ini sangat tidak masuk akal. Pasalnya hotel-hotel di Kota Batu kondisinya tidak terlalu buruk dengan setorang yang hanya segitu.

Tidak berhenti di situ, Syaifudin juga membandingkan di masa sebelum pandemi, salah satu hotel di Kota Solo itu bisa setor pajak hingga Rp 700 – Rp 750 juta per bulan. Sedangkan di Kota Batu yang mana kunjunga wisata mencapai 7,2 juta wisatawan, setor pajak hotel tertinggi hanya mencapai Rp 150 juta per bulan.

“Hal ini kan patut dicurigai, ada yang bermain dibelakang itu. Dari pengamatan saya ada satu hotel yang kita pakai menginap untuk 50 anggota dewan. Namun hingga sekarang datanya tak masuk laporan. Di tapping box pun juga tidak ada,” urai dia.

Syaifudin melanjutkan bahwa pihak hotel itu mengatakan bahwa pembayaran pajak dilakukan setelah tiga bulan. Tapi nyatanya hingga saat ini Syaifudin mengaku belum menerima datanya, hingga kecurigaannya semakin tebal.

Ia menegaskan bahwa pajak ini adalah uang rakyat yang harus diawasi dengan seksama. Ia menyayangkan bahwa Pemkot Batu hanya menggembar-gemborkan kunjungan wisata yang fantastis tapi PAD yang didapatkan tak sebanding.

“Dengan angka kunjungan 7,2 juta wisatawan di tahun 2019 lalu. Namun nilai PAD hanya sebesar Rp 200 miliar, itu sangat kecil sekali. Bahkan masih kalah dengan Kota Madiun yang sama-sama sebagai kota kecil. Yang mana mereka juga tak punya tempat wisata sebanyak Kota Batu, tapi PAD nya malah lebih tinggi. Yakni Rp 250 miliar,” bebernya.

Kecurigaan Syafudin semakin menjadi, tatkala ketika melakukan hearing bersama Bapenda, ia menemukan ketidakcocokan data. Jumlah tamu dan hasil dari pajak tak sama, juga data yang ada di tapping box pun tak sama.

“Untuk masalah itu, entah dari oknum yang bermain atau dari sananya, kami masih belum tahu. Tapi jika saya lihat, dalam hal ini ada unsur kesengajaan,” tandasnya.

Sementara itu, Kabid Pendataan dan Pelayanan Bapenda Kota Batu, Wiwit Ananda menjelaskan, mengenai adanya tak kesesuaian data. Pada hotel yang besar-besar pihaknya sudah dipasang tipping box.

“Jika ada ketidak sesuaian, maka kami akan mencari tahu terlebih dahulu. Maka dari itu kami akan melakukan rekonsilasi dengan pihak hotel untuk mencari ketidak sesuaian itu tadi letaknya dimana,” ujarnya.

Hal ini dilakukan dengan tujuan, agar tak langsung serta merta menjudge. Maka dari itu, pihaknya akan mencari terlebih dahulu kesalahannya dimana. Apakah kesalahannya ada di tapping box atau di lain-lainya.(der)