BWCF 2023 “Tribute to Edi Sedyawati” Digelar di Malang

Borobudur Writers and Cultural Festival (BWCF) 2023 pada 23-27 November 2023. (Deny/MVoice)

MALANGVOICE – Malang terpilih menjadi lokasi Borobudur Writers and Cultural Festival (BWCF) 2023 pada 23-27 November 2023.

BWCF adalah sebuah festival tahunan yang selalu berusaha menonjolkan relevansi pemikiran-pemikiran mengenai nusantara dalam kehidupan. Dalam 12 tahun perjalanannya, BWCF selalu mengangkat kajian-kajian serius tentang topik tertentu dalam khazanah nusantara.

Selalu dalam setiap penyelenggaraanya, BWCF mendatangkan puluhan pakar lintas disiplin dari arkeologi, sejarah, antropologi sampai filologi. Diharapkan dengan adanya forum ini, kekayaan pemikiran nusantara dapat terangkat kembali dan dikenali khalayak luas termasuk generasi milenial.

Baca Juga: Komisi C Beri Rekomendasi Pemkot Malang Atasi Kemacetan

Kota Malang Dorong Layanan Publik Makin Inklusif Lewat Jarik Ma Siti

Salah satu strategi BWCF berkaitan dengan hal itu berusaha mengangkat kembali disertasi atau buku monumental seorang ilmuwan yang mengkaji nusantara untuk dieksplorasi gagasan-gagasannya demi pemajuan kesenian dan kebudayaan kontemporer Indonesia. Di antaranya, BWCF pernah mengangkat tema Ratu Adil yang dibahas dalam disertasi milik sejarawan Peter Carey mengenai Diponegoro.

Selain itu, BWCF sebelumnya juga pernah mengangkat disertasi milik Romo Zoetmulder tentang teologi Jawa yaitu Manunggaling Kawula Gusti. Serta pemikiran Claire Holt, peneliti Amerika yang di tahun 60-an menulis sebuah buku sangat berpengaruh di lingkungan akademis tentang sejarah seni di nusantara dengan judul Art in Indonesia: Continuities and Change.

Tahun 2023 ini, giliran spektrum pemikiran Edi Sedyawati, mantan Direktur Jenderal Kebudayaan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia (1993-1998) yang dipilih sebagai tema utama BWCF.

Disertasi Edi Sedyawati berjudul Pengarcaan Ganesa Masa Kadiri dan Singhasari: Sebuah Tinjauan Sejarah Kesenian sama pentingnya dengan disertasi Hariani Santiko. Durga (Parwati), Agastya dan Ganesha dikenal adalah pantheon utama Hindu. Mereka adalah keluarga Siwa. Di setiap candi Hindu di Jawa selalu ada arca Durga, Ganesa, Agatsya (utusan Siwa).

Ganesha dikenal dengan banyak nama, antara lain: Ganapati (pemimpin para Ghana), Vighnesvara (pengendali halangan), Vinayaka (pemimpin utama), Gajanana (yang berwajah gajah), Gajadhipati (dewa para gajah), Lambkarna (yang bertelinga lebar), Lambodara (yang berperut besar), Ekadanta (bergading tunggal). Secara keseluruhan Ganesha adalah dewa pengetahuan juga seorang dewa perwira yang bisa mengatasi musuh, halangan, dan rintangan.

Pendiri BWCF, Seno Joko Suyono, mengatakan, upaya repatriasi benda purbakala akan menjadi isu strategis yang akan dibahas dalam BWCF ke-12 kali ini.

“Upaya repatriasi benda-benda purbakala menjadi isu yang sangat aktual tahun ini. Apalagi masih banyak situs penting milik Indonesia yang justru ada di tangan negara lain,” katanya, Selasa (21/11).

Pada pembukaan 23 November 2023 dilaksanakan di Gedung Heritage KPPN Malang (jadwal acara terlampir) berupa pemutaran film terbaru sutradara terkenal Nia Dinata berjudul Unearthing Muara Jambi.

Film ini akan menyajikan subjek situs arkeologi Buddhis terbesar Muara Jambi. Sementara pada Opening yang akan berlangsung, pada tanggal 23 November 2023 pukul 7 malam di Universitas Negeri Malang akan ditampilkan acara inti: Pidato Kebudayaan Prof. Dr. Arlo Griffiths mengenai Prasasti Minto yang sekarang ada di Skotlandia.

Di festival ini akan menghadirkan bazar buku dari puluhan penerbit yang menampilkan buku-buku sejarah, Buddha-Hindu dan humaniora.

“Kami juga akan mendiskusikan buku-buku arkeologi terbaru, menyajikan program meditasi, mengundang para novelis seperti Leila S. Chudori, mengundang puluhan penyair muda, mengadakan malam pertunjukan tari kontemporer yang berbasis tradisi, pemutaran film tari, workshop tari, dan pertunjukan musik,” jelasnya.

Pada pertunjukan tari akan menghadirkan pertunjukan tari Kecak Teges yang dibawakan oleh I Ketut Rina bersama puluhan warga Desa Teges , Peliatan Ubud, Gianyar, Bali. Cak Rina awalnya diciptakan oleh Sardono W. Kusumo. Pada tahun 1971, ia mengajak para petani Desa Teges Bali untuk membuat sebuah Cak eksperimental yang format koreografinya tidak seperti cak baku yang dibuat oleh Walter Spies. Saat ini, Ketut Rina masih anak-anak. Dan ia anggota terkecil. Sekarang Kecak Teges ini dilanjutkan oleh Ketut Rina.

Pada malam sastra, BWCF akan menyajikan pembacaan sajak oleh Sutardji Calzoum Bachri, penyair legendaris yang kini usianya 80-an. Sutardji akan didampingi oleh Afrizal Malna, Jose Rizal Manoa, dan penyair Malang bernama Tengsoe Tjahjono.

Sebagai penutup seluruh rangkaian mata acara pada tanggal 27 November 2023, pada sore hari akan ditampilkan Pidato Kebudayaan penutupan dari Prof. Dr. Cecep Eka Permana yang akan membawakan pidato berjudul Membaca Ulang Seni Indonesia Purba: Gambar Cadas di Goa-Goa Maros Sulawesi dan Sangkulirang Kalimantan. Pada malam harinya, disajikan pertunjukan musik oleh kelompok Lordjhu dan Nova Ruth. Kedua komunitas band tersebut merupakan band pop eksprimental yang sangat mengolah unsur-unsur tradisi.

Seluruh acara akan dilaksanakan selama 5 hari di kampus Universitas Negeri Malang. Adapun alasan mengapa lokasi BWCF tahun ini dilaksanakan di Malang. Pertama, mengingat disertasi Bu Edi Sedyawati berkenaan dengan arca-arca Ganesha yang ditemukan dari sekitar Malang, Kediri, dan Singosari. Kedua, dengan diadakannya BWCF 2023 di Malang, tribute dan penghormatan terhadap almarhum Prof. Dr. Edi Sedyawati menjadi sangat kontekstual.(der)