MALANGVOICE – Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jatim melakukan ekskavasi Candi Songgoriti yang berada di Kelurahan Songgokerto, Kota Batu.
Ekskavasi candi berukuran 14,36 meter x 10 meter itu memakan waktu selama 10 hari. Pengerjaannya dimulai sejak 12-21 November.
Material batu andesit mendominasi struktur bangunan candi petirtan itu. Arsitektur salah satu fitur peninggalan klasik di Jawa Timur ini, Berlanggam Samudramanthana. Berdasarkan pola denah dan gaya ukirannya menunjukkan Candi Songgoriti termasuk gaya seni klasik tua sekitar abad 10 Masehi.
Pada batur candi sisi utara dan timur terdapat enam jaladwara yang mengindikasikan bahwa bangunan tersebut merupakan petirtaan seperti Candi Tikus.
Ketua Tim Ekskavasi, Muhammad Ichwan menyatakan, ekskavasi mengarah pada kegiatan rekonstruksi untuk mengetahui bentuk dan keruangan candi secara utuh. Hal ini bagian dari upaya konversasi terhadap entitas peninggalan cagar budaya.
“Tahun 2014 lalu kami juga sudah melakukan ekskavasi. Namun pada saat itu untuk kepentingan cagar budaya. Sedangkan ekskavasi kali ini untuk mengetahui bentuk dan keruangan candi. Sehingga bentuknya bisa lebih terlihat dibandingkan sebelumnya,” tutur Ichwan.
Ichwan menyebutkan, sebelum melakukan ekskavasi pada tahun 2014 dan 2021 ini, pada zaman Belanda dahulu juga pernah dilakukan ekskavasi, tepatnya pada tahun 1921-1936. Menurutnya ekskavasi yang telah dilakukan itu belum sepenuhnya tuntas karena masih ada beberapa bagian candi yang terpendam.
“Dari hasil pemugaran yang baru saja berjalan ini kami mendapatkan beberapa komponen ditemukan. Salah satunya menemukan tatanan batu yang berada di antara candi dan baturnya,” beber dia.
Karena hanya diberikan waktu ekskavasi selama 10 hari, jika waktu tersebut dirasa kurang, maka akan meminta rekomendasi ekskavasi tambahan di dalam laporan yang disusun.
Dia mengungkapkan, hingga saat ini para arkeologi belum memiliki referensi kuat terkait bentuk Candi Songgoriti seutuhnya. Meski begitu banyak yang berpendapat candi tersebut berfungsi sebagai patirtan. Karena di candi itu terdapat dua sumber mata air yang berbeda. Yakni sumber mata air hangat dan dingin.
Lebih lanjut, dia mengungkapkan ada sejumlah komponen candi yang seharusnya berada di bagian atas ditemukan berserakan di bawah candi. Sehingga sangat perlu dilakukan rekonstruksi candi untuk kepentingan lebih lanjut.
Untuk informasi, Candi Songgoriti ditemukan pertama kali oleh Van Ijsseldijk pada tahun 1799. Pemerintah Hindia Belanda melakukan pemugaran pertama kali terhadap candi itu pada tahun 1849 dan 1863 diketuai oleh Rigg dan Brumund. Knebel juga melakukan inventarisasi serta pemugaran pada tahun 1902 dan 1921.
Sementara itu, Juru Kunci Candi Songgoriti, Haryoto mengatakan, candi itu dibangun pada tahun 888 M atau Abad ke-9 di masa pemerintahan Mpu Sindok. Candi tersebut dibangun oleh Mpu Supo, dimana letak makamnya tak jauh dari lokasi candi. Atau biasa disebut dengan makam Mbah Patok.
“Dalam sejarah pembangunan candi, dulunya kawasan Songgoriti, terutama pada lokasi candi, adalah kawah. Lokasi itu tak dapat digunakan sebagai hunian oleh masyarakat,” katanya.
Kemudian setelah dibangun candi oleh Mpu Supo, maka sumber airnya sedikit mengecil. Dampaknya, kawasan yang menjadi perbatasan Gunung Arjuno dan Gunung Kawi itu saat inj bisa digunakan sebagai hunian.
”Jadi begitu saktinya Mpu Supo, sehingga daerah Songgoriti bisa dihuni dengan nyaman sampai sekarang. Serta adanya candi itu juga digunakan sebagai tembok dari derasnya air kawah,” ujar Haryoto.
Berdasarkan sejarahnya, Candi Songgoriti bermula dari keinginan Mpu Sindok yang ingin membangun tempat peristirahatan bagi keluarga kerajaan. Yang berlokasi di kawasan pegunungan dan didekatnya terdapat sumber mata air.(der)