Boedi Djarot, Sang Kritikus…

MALANGVOICE – Boedi Djarot, musisi asal Yogya, adik dari Erros Djarot, sudah dua minggu ini meninggalkan Kota Malang setelah tampil di Bhaswara Café, 21 Oktober lalu. Yang tertinggal di Malang kini, hasil karyanya berupa CD berisi 11 lagu bertajuk ‘Bicara Kebeneran’, dan kini menjadi koleksi Galeri Malang Bernyanyi (GMB).

Berikut analisis Hengki GMB. Setelah Iwan Fals tak lagi merilis lagu-lagu baru yang fals, rasanya album bertajuk ‘Lawan’ dari Boedi Djarot ini cukup mengobati kita akan kerinduan terhadap lagu-lagu berlirik fals.

Teriakan lewat syair lagu-lagunya seolah langsung ditujukan pada para petinggi negara, tak peduli presiden, anggota DPR, TNI, juga para koruptor. Hampir semua lagu dan liriknya dicptakan Boedi Djarot sendiri, dengan aransemen digarap bersama beberapa anggota groupnya, RAK (Republik Anti Korupsi) Band.

Sebenarnya tak semua lagunya berisi kritikan. Garudaku, sebagai lagu pembuka, malahan membangun semangat, mengingatkan bahwa kita punya simbol negara yang gagah perkasa yang sering terlupakan.

Spirit yang sama juga ada pada lagu Bung Karno, yang mengingatkan kita pada ajaran-ajarannya yang masih relefan. Bahkan lagu berjudul ‘Pesan untuk Presiden’, isinya sebatas warning, agar pemimpin memperhatikan nasib rakyat kecil dan ingat janji-janji terdahulu.

Namun Boedi juga tak lupa menunjukkan sejarah hitam negara kita yang diwarnai bercak-bercak darah pejuang yang belum terkuak gamblang. Ada peristiwa 65, Tanjung Priuk, Timika, Poso, Semanggi, Trisakti, Marsinah dan lain-lain. Hal ini dinyanyikannya lewat lagu Negeri Yang Hilang, Tragedi 98 dan Indonesia Mantra.

Yang terakhir ini Boedi mempergunakan syair Bahasa Jawa. Selain itu ada 3 lagu lainnya yang mengangkat tema korupsi. Mungkin yang paling nylekit adalah lagu ‘DPR Taman Kanak Kanak’, yang merupakan warisan kata-kata dari mantan presiden kita. Kepedulian Boedi pada rakyat kecil ditunjukkan pada lagu POP (Protes Orang Pinggiran) dan Lawan, yg menjadi judul album ini. Intinya, rakyat kecil, buruh dan petani harus berani bersuara agar jangan menjadi babu di negeri sendiri.

Kalau dirasakan, lagu-lagu ciptaan Boedi Djarot sebenarnya memiliki melodi sederhana, tidak njlimet, syairnyapun mudah ditangkap. Beberapa lagu ada yang ritmenya mirip lagu-lagu di album Erros Djarot, ‘Manusia Manusia’ dan ‘Kembalikan Masa Depanku’.

“Saya juga turut membantu proses dua labum itu,” tutur Budi Djarot, saat sarapan pecel bersama GMB di Malang. Nilai plus terdapat pada aransemen musiknya yang ditata rapi. Untuk vocal ada solo, duet atau koor.

Gesekan biola di beberapa lagu juga menambah manis komposisi. Sementara raungan petikan gitar dari Chikave, gitaris cewek asal Lumajang, memberi nuansa dinamis, heboh, variatif dalam aroma rock yang ritmenya harmonis dengan gebukan drum dan cabikan bass. Di beberapa lagu bisa didengarkan permainan solo gitar yang mengasyikkan, hingga menjadikan lebih hidup.

Rasanya republik kita ini masih memerlukan orang-orang semacam Boedi Djarot yang berani menyuarakan keadilan yang praktek di lapangannya masih sering pincang.