Bekraf Sebut Ada Kesenjangan Lulusan Kampus dengan Kebutuhan Industri Kreatif

Wali Kota Malang Sutiaji bersama Bekraf menggelar FGD di Hotel Aria, Sabtu (31/8). (Aziz Ramadani MVoice)
Wali Kota Malang Sutiaji bersama Bekraf menggelar FGD di Hotel Aria, Sabtu (31/8). (Aziz Ramadani MVoice)

MALANGVOICE – Badan Ekonomi Kreatif atau Bekraf mengklaim ada gap atau Kesenjangan antara lulus perguruan tinggi dengan kebutuhan industri. Merespon itu, telah disusun pedoman kebutuhan penguasaan teknik berbasis industri aplikasi dan pengembangan permainan (gim), 29 – 31 Agustus di Kota Malang.

Dipilihnya Kota Malang bukan tanpa dasar. Mengingat Kota Malang telah ditunjuk sebagai Kota Kreatif dengan subsektor aplikasi dan gim. Kota berjuluk Bhumi Arema ini memiliki potensi besar menjadi kawasan ekonomi kreatif sebagai pendorong utama peningkatan ekonomi kota, bahkan nasional.

Demi merealisasikan itu, maka perlu sinkronisasi kebutuhan, salahsatunya mengimplementasikannya pada kurikulum di perguruan tinggi atau sekolah.

Direktur Fasilitasi Infrastruktur Fisik Bekraf Selliane Halia Ishak mengatakan, kebutuhan lulusan kampus dan industri terjadi gap yang tinggi.

“Maka kita menyusun pedoman ini agar nanti diupayakan juga oleh Pemkot Malang cepat melakukan serapan lulusan,” urainya.

Ia menambahkan, bahwa fasilitasi atau pendampingan ini merupakan salah satu bentuk dukungan kepada Kota Kreatif Malang yang diharapkan menjadi ekonomi kreatif sebagai penggerak utama perekonomian.

Sementara itu, Perwakilan Tim Penyusun Pedoman, Amar Alpabet menjelaskan, fokus pengembangan subsektor aplikasi dan game Kota Malang adalah center of digital industry development. Pada fase pertama hingga akhir tahun 2019 pihaknya mengangkat Malang Bersinergi, lalu fase kedua hingga 2021 Malam Berdaya. Fase ketiga hingga 2023 Malang Mendunia.

“Ini semua akan kita aktivasi melalui laman malang.digital,” ujarnya.

Merespon itu Wali Kota Malang Sutiaji sepakat untuk mendorong iklim industri kreatif lebih baik. Salahsatunya dengan menciptakan sistem (kurikulum pendidikan) yang baik dan sesuai realitas kebutuhan industri kreatif. Kebutuhan dan masalah telah diinventarisir melalui FGD. Baik dengan pelaku industri kreatif dan pihak Litbang perguruan tinggi.

“Ini yang menjadi PR (pekerjaan rumah) kami dan akan terus berkomunikasi dengan perguruan tinggi di Malang,” kata Sutiaji. (Der/Ulm)