Bawaslu Kabupaten Malang Periksa Saksi Terkait Temuan Dugaan Politik Uang

Koordinator Divisi Penindakan Pelanggaran Bawaslu Kabupaten Malang George da Silva. (Toski D).

MALANGVOICE – Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Kabupaten Malang, menanggapi secara serius adanya praktik money politik yang ada di wilayah Turen.

Koordinator Divisi Penindakan Pelanggaran Bawaslu Kabupaten Malang, George da Silva mengatakan, saat ini pihaknya sedang memeriksa para saksi terkait perkara dugaan money politik tersebut.

“Kami telah melayangkan surat pemanggilan terhadap 3 orang untuk dimintai keterangan sebagai saksi. Namun ada yang tidak bisa hadir. Besok kami panggil lagi, jika tetap tidak datang, maka kami klarifikasi apa adanya,” ungkapnya, saat ditemui awak media di Kantor Kecamatan Turen, Senin (22/4).

George menjelaskan, kejadian berawal ada oknum telah membagi-bagikan amplop yang berisikan uang di wilayah desa Pagedangan sebesar Rp 40 ribu dengan rincian uang pecahan Rp 5 ribu empat lembar dan pecahan Rp 20 ribu satu lembar.

Selain itu, lanjut George, oknum berinisial J ini juga membagi-bagikan di wilayah Sedayu Turen, dengan nominal yang lebih besar, yakni sebesar Rp 70 ribu.

“Mengetahui kejadian ini, Ansori selaku pengawas desa melanjutkan temuan itu ke Panwascam Turen dan dilanjutkan ke Bawaslu Kabupaten Malang,” tegasnya

Terpisah, Anggota Panwascam Turen, Hari Sulistyono mengatakan, berdasarkan laporan yang masuk ke pihaknya, diduga ada dua caleg yang diduga terlibat dalam praktik politik uang tersebut. Antara lain TN Caleg DPRD Kabupaten Malang dan NS Caleg DPR RI, keduanya dari Partai Demokrat.

“Di Turen ada dua caleg yang diduga timsesnya melakukan money politik, yaitu calonnya TN, dari Partai Demokrat, DPRD Kabupaten dan DPR RI, ikut nimbrung itu kayaknya. Progresnya sekarang kita memang memanggil para saksi. Nanti kita klarifikasi saksinya, apa benar-benar ada pelanggaran. Dari sini kita kaji, proses selanjutnya kita ada pemanggilan ke caleg-nya,” pungkasnya.

Akibat kejadian ini, mereka dapat dianggap melanggar Undang-Undang (UU) Pemilu Nomor 7 Tahun 2017, Pasal 523 ayat (2) juncto Pasal 278 ayat (2) UU Pemilu, dengan ancaman penjara paling lama 4 tahun kurungan penjara, dan denda paling besar Rp 48 juta. (Der/Ulm)