Asep: Anak Berkebutuhan Khusus Itu Istimewa…

Asep Suriaman bersama anak asuhnya.(istimewa)

MALANGVOICE – Kepeduliannya pada anak berkebutuhan khusus (ABK) patut diapresiasi. berlatar belakang sebagai lulusan S1 Psikolog Unair Surabaya, ia konsisten merangkul semua ABK untuk mendapat pendidikan yang setara layaknya anak normal lainnya.

Ditemui di salah satu kedai kopi di Kepanjen, laki-laki sederhana yang gemar menebar senyum itu menemui MVoice, sembari menggendong pahlawan kecilnya. Ia terlihat akrab dengan si kecil yang digendongnya, layaknya sahabat karib.

Dialah Asep Suriaman, guru Bimbingan Konseling (BK) di salah satu sekolah ternama di Kabupaten Malang. Berkat kepeduliannya, kini 20 ABK telah mengenyam pendidikan secara gratis. Ia bahkan membangun sekolah ‘Pelita Qolbu’, di Desa Tulungrejo, Kecamatan Donomulyo, Kabupaten Malang, awal 2015 lalu.

Nama Pelita Qolbu ia pilih, dengan harapan bisa menerangkan hati anak, orang tua, serta pemerintah.

Ia mengaku terinspirasi dengan pengamatannya, bahwa anak berkebutuhan khusus merupakan anak-anak yang istimewa, karena mereka justru memiliki kelebihan yang tidak dimiliki anak normal pada umumnya.

“Anak kan titipan Allah, tidak semua orang tua dikarunia anak berkebutuhan khusus. Makanya, jangan malu punya anak difabel,” tuturnya ramah.

Suami Romlah itu mengaku, awalnya ia jalan sendiri, keluar-masuk dari kampung ke kampung, hadir dalam acara PKK dan pengajian, mencari anak-anak istimewa itu. Kegigihannya pun membuahkan hasil, tiga anak pun ditanganinya.

Alhasil, upayanya kini berkembang signifikan, berkat dukungan warga Tulungrejo, Donomulyo. Bahkan, ada warga yang rela mewakafkan tanahnya untuk dibangun sekolah permanen. “Berkat dukungan warga, sekolah ini berhasil dibangun,” ujar bapak dua anak itu.

Untuk tenaga pendidik, ia merangkul dua lulusan PLB UM, dengan waktu mengajar seminggu tiga kali. Selain menjalani terapi (okupansi, terapi perilaku, dan bermain), anak juga diajari membaca, menulis dan menghitung (Calistung).

“Sabtu dan Minggu saya bersama istri ikut membantu mengajar. Alhamdulillah, kini siswanya sudah banyak, ada dari Bantur, Pagak, Kalipare dan Donomulyo. Tahun ajaran baru ini diregulerkan masuknya,” ungkap pria kelahiran Probolinggo itu.

Sejak mengenyam pendidikan di kampus, sebetulnya ia sudah aktif dalam kegiatan sosial. Modal itu yang menjadi pegangannya untuk konsisten peduli pada sekitar.

Tak hanya itu, agar orang tua siswa tidak menganggur selama menemani anaknya, ia pun memberi kelas khusus bagi orang tua, yakni keterampilan usaha rumahan, seperti membuat selai pisang dan aneka snack lainnya, hasilnya untuk menghidupi paguyuban.

“Malah ada orang tua salah satu anak saya beri modal untuk ternak kambing, dengan harapan mau menyekolahkan dan mengantar anaknya,” papar dia.

Direktur Sentra Advokasi Perempuan, Difabel dan Anak (Sabda) Jawa Timur itu berharap upayanya membuahkan hasil. Paling tidak anak asuhnya bisa mandiri dan tidak merepotkan orang tua. Sebab, anak berkebutuhan khusus butuh perhatian lebih.

“Mau makan kadang perlu disuapin, mau mandi juga demikian. Kalau sudah mandiri kan bisa melakukannya sendiri,” harapnya.

Saat ini anak asuhnya sudah mulai menunjukkan bakatnya, ada yang pintar melukis dan sebagainya.

Namun, usahanya bersama warga mendirikan sekolah ABK terkendala legalitas lembaga.

“Biaya untuk ke notaris sangat mahal, namun kami bisa melakukannya,” paparnya lebih lanjut.

Tidak menutup kemungkinan, masih banyak anak berkebutuhan khusus belum mengenyam pendidikan. Karenanya, ia berharap ada kepedulian dari pemerintah ke depannya.

“Setiap kecamatan di Kabupaten Malang baru ada ada satu sekolah untuk anak difabel, tak jarang yang berhenti sekolah karena mengenyam pelajaran di sekolah formal,” tutupnya.