Aliansi: 131 Toko Modern Harusnya Ditutup

Aliansi Anti Toko Modern Illegal saat jumpa pers di gedung DPRD Kota Malang.

MALANGVOICE – Aliansi Anti Toko Modern Illegal Kota Malang menegaskan, pemerintah kota selama ini telah melakukan pembiaran terhadap 257 toko modern yang ada. Hal itu diketahui setelah Aliansi menerima tembusan surat jawaban Wali Kota Malang kepada Ombudsman RI, 18 Maret lalu.

Ketua Aliansi, Soetopo Dewangga, mengatakan, ada beberapa hal yang dikritsi dari surat jawaban Pemkot Malang kepada Ombudsman, termasuk data dari 257 toko modern, ternyata 131 toko tidak memiliki Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP). “Jawaban Pemkot semakin membuktikan bahwa keberadaan 257 toko modern itu illegal, karena tidak memiliki IUTM (Izin Usaha Toko Modern) sebagaimana amanat Perda No 8/2010,” kata Soetopo, dalam pers rilis di gedung DPRD, siang ini.

Terkait izin toko modern yang hanya cukup dengan SIUP sebagaimana diatur dalam Perda No 1/2014, Aliansi meminta agar Pemkot konsekuen melaksanakan aturan itu, salah satunya dengan menghentikan izin operasional sebanyak 131 toko modern yang tidak memiliki SIUP.

“Oke lah kalau Pemkot konsekuen menganggap aturan Perda No 1 Tahun 2014 sah, maka 131 toko modern harus dihentikan izin operasionalnya, karena tidak memiliki SIUP, berdasarkan laporan pihak perizinan,” bebernya.

Tak hanya itu, Pemkot Malang melalui Satpol PP juga diminta melakukan pengawasan kepada toko modern yang buka selama 24 jam, pasalnya dalam Perda yang sama, toko modern hanya boleh buka pada pukul 10.00 WIB sampai dengan pukul 22.00 WIB.

“Kalau Perda yang ditandatangani pada 30 Februari itu masih dianggap sah, maka Pemkot harus konsekuen, tegakkan aturan seluruhnya, jangan hanya untuk legitimasi penggantian IUTM dengan SIUP saja,” tegas Soetopo.

Selain itu, Aliansi juga mempertanyakan langkah Pemkot Malang menindak toko modern melalui Satpol PP sebagaimana disebutkann dalam surat jawaban kepada Ombudsman. “Faktanya tidak ada tindakan itu, yang ada hanyalah, wali kota mengatakan di banyak media massa bahwa akan memberi police line, tapi itu juga tidak pernah terjadi,” tegasnya.

Terkait rencana penyusunan Rancangan Peraturan Wali Kota Malang tentang tata cara pelayanan perizinan dan non perizinan pada Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BP2T), juga dianggap sebagai sesuatu yang tidak perlu, sebab pemerintah sudah memiliki Perwal No 50 Tahun 2014 yang memiliki substansi sama.

“Kalau ada penyusunan Perwal baru, itu namanya pemborosan anggaran,” tukasnya.