Oleh: Anwar Hudijono
Waktu mengurbankan Ismail sudah ditetapkan yaitu tanggal 10 Dzulhijah. Tempatnya di Mina. Sebuah samudera padang pasir yang diombaki bukit-bukit karang.
Setan tidak rela terhadap orang yang bergerak mendekat kepada Allah. Rajanya setan langsung turun memimpin penghadangan, sabotase, perang terhadap Ibrahim-Hajar-Ismail.
Rajanya setan itu satu tubuh berkepala (cabang) tiga. Setiap cabang saling berhubungan. Saling melengkapi. Saling menunjang. Saling melindungi.
“Pergilah kamu mendapatkan naungan (asap api neraka) yang mempunyai tiba cabang.” (Quran: Al Mursalat 30).
Hajar – Ibrahim – Ismail sudah dalam barisan cinta mutlak kepada Allah.
“Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berperang di jalan-Nya dalam barisan yang teratur, mereka seakan-akan seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh.” (Quran: As-Shaf 4).
“Dan berperanglah kamu di jalan Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Mendengar Maha Mengetahui”. (Quran: Al Baqarah 244).
Walhasil, setan sama sekali tidak berdaya melawan mereka. Akhirnya setan tahu mereka tidak akan pernah bisa dikalahkan sampai Hari Kiamat. Karena ketiganya adalah orang-orang yang terpilih/ikhlas.
“Dia (Iblis) berkata, “Tuhanku, oleh karena Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat, aku pasti akan jadikan (kejahatan) terasa indah bagi mereka (manusia) di bumi, dan aku akan menyesatkan semuanya. Kecuali hamba-hamba-Mu yang terpilih (mukhlisin) di antara mereka”. (Quran: Al Hijr 39-40).
Di masyarakat
Perang itu sangat dahsyat. Tidak bisa divisualisasikan. Hanya sekadar untuk menapak tilas, setiap musim haji diwajibkan melempar tiga jumrah. Jumrah Ula, Jumrah Tsani dan Jumrah Aqabah.
Para jamaah haji mengikuti strategi Ibrahim-Hajar-Ismail membentuk barisan yang sangat panjang. Sepanjang mamandang hanya orang berbaris menyerupai bangunan yang super kokoh. Mereka adalah umat yang satu. Ummatan wahidah. Tidak ada perbedaan warna kulit, status sosial, jabatan, aliran politik, mazhab dsb. Setiap menembakkan satu peluru, mereka pun memekik “bismillahi Allahu akbar”.
Wahai kaum muslimin, Mina itu hanya simulasi. Tempat latihan. Medan perangmu sesungguhnya di masyarakat. Di kehidupan nyata sehari-hari. Maka galanglah barisan sesama muslim. Ukhuwah Islamiyah. Seperti di Mina, tidak memandang ras, suku, mazhab, status sosial, organisasi, aliran politik dan sebagainya.
“Sesungguhnya orang-orang beriman itu bersaudara.” (Quran: Al Hujurat 10).
Di jaman now, ukhuwah Islamiyah benar-benar terancam. Seperti tembok yang setiap saat berusaha dipecah-pecah dan dirobohkan. Di samping dengan perang senjata yang nyata seperti di Afghanistan, Yaman, Suriah, juga dengan perang maya. Cyber-terror.
Dan Allah sudah mengingatkan faktor-faktor yang bisa merobohkan ukhuwah itu. Hal itu tertulis di Quran Al Hujurat ayat 11-12. (Monggo ngaji).
Tidak ada Islam tanpa jamaah. Binalah jamaah. Partikel jamaah paling kecil adalah keluarga. Aktulisasikan pasukan Ibrahim-Hajar-Ismail di dalam keluarga kita. Bukankah setiap tasahut akhir kita sampaikan salam untuk Ibrahim dan keluarganya?
“Wahai orang-orang beriman. Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu.” (Quran: At Tahrim 6).
Hajar-Hajar Baru
Fenomena aktual di jaman now ini adalah tumbuhnya Hajar-Hajar baru. Dimulai dengan perlawanan terhadap revolusi feminisme. Revolusi feminisme adalah gerakan massif dan global yang diklaim untuk mengangkat harkat dan martabat wanita.
Tapi yang sejatinya terjadi justru sebeliknya. Sangat mengarah kepada terkoyak-koyaknya harkat dan martabat wanita.
Pendukung revolusi feminisme kini sudah terkena efek baliknya. Mulai dari merebaknya LGBT, mandul, tersingkirnya pernikahan secara agama, menurunya fertilitas penduduk, tercabik-cabiknya nilai keluarga.
Tiba-tiba para wanita muslimah melakukan revolusi pakaian dengan mengenakan pakaian yang menutup aurat. Ini antitesis terhadap revolusi feminisme yang menghendaki wanita “telanjang” di ranah publik.
Tiba-tiba gegap gempita membentuk majelis taklim. Melakukan pelbagai gerakan sosial dan sedekah. Seperti Hajar, mereka harus bergerak. Dinamis. Tapi pergerakannya tetap pada porosnya yaitu kodrat sebagai wanita. Mencari ridha Allah.
Wanita muslimah tiba-tiba melakukan kontra revolusi feminisme dengan memberdayakan fungsi seorang ibu sebagai pendidik anak-anaknya. Menjaga kehormatan rumahnya. Mengundang rahmat Allah di rumahnya. Semua dibingkai dalam benang merah cintanya kepada Allah.
Ada gelombang dahsyat kesadaran emak-emak muslimah untuk menyiapkan generasi penerus yang mencintai Allah dan dicintai Allah. Generasi saleh yang akan menjadi pewaris sah bumi.
“Wahai orang-orang beriman, barang siapa di antara kamu yang murtad (keluar) dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum. Dia (Allah) mencintai mereka dan mereka mencintai-Nya. Dan bersikap lemah lembut terhadap orang-orang beriman, tetapi bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad di jalan Allah, dan tidak takut terhadap celaan (persekusi, bully) orang-orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah yang diberikan-Nya kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya), Maha Mengetahui.” (Quran: Al Maidah 54).
“Dan sungguh, telah Kami tulis di dalam Zabur setelah (tertulis) di dalam Az-Zikr (Lauh Mahfudz) bahwa bumi ini akan diwarisi oleh hamba-hamba-Ku yang saleh.” (Quran: Al Anbiya 105).
Astaghfirullah. Rabbi a’lam (Tuhan lebih dan paling mengetahui)
Catatan penting: Jangan langsung like and share tulisan ini. Telitilah. Harus kita biasakan meneliti setiap informasi. Ini jaman disinformasi. Tidak jelas mana hoax mana info benar. Mana asli mana palsu. Monggo ngaji Quran surah Al Hujurat ayat 6. Peringatan Allah di situ sudah sangat jelas.
Anwar Hudijono, penulis tinggal di Sidoarjo. Dari berbagai sumber.
Sidoarjo, 27 Juli 2021