ACT Siap Siaga Bantu Korban Terdampak Kebakaran Hutan

MALANGVOICE – Kebakaran hutan yang terjadi di Pulau Sumatera dan Kalimantan mendapat banyak respon dari seluruh elemen masyarakat, tak terkecuali Aksi Cepat Tanggap (ACT).

Sebagai lembaga kemanusiaan, ACT melalui tim medisnya sedang melakukan pelayanan medis bagi warga yang terdampak bencana kabut asap. Diketahui memang saat ini di Riau dan Kalimantan Barat telah dinyatakan darurat kabut asap.

Tim medis ACT, Dr. Muhammad Riedha mengatakan, jika kabut asap memang sangat berbahaya bagi kondisi kesehatan masyarakat. Asap yang menyebar dapat menimbulkan efek langsung pada kesehatan. “Dampaknya bisa berpengaruh pada iritasi mata, hidung, tenggorokan, juga alergi kulit,” ungkapnya.

Selain itu, masyarakat bisa saja terjaring infeksi saluran pernapasan atau ISPA dan penyakit alergi seperti asma. Dampak asap terhadap kesehatan juga sangat berpengaruh pada kelompok usia rentan seperti bayi-balita, orang lanjut usia, ibu hamil dan menyusui. Asap yang mengandung polutan berbahaya dapat berpengaruh pada kesehatan mereka.

“Selain melalui udara yang dihirup alat pernapasan, polutan yang terbawa asap bisa juga jatuh ke aliran air atau makanan yang kemudian dikonsumsi makhluk hidup,” paparnya.

Tak hanya itu, tim tanggap darurat hingga posko bencana asap ACT juga turut bersiaga. Hal ini sebagai bukti nyata ACT dalam proses pemadaman api serta menampung bantuan dari masyarakat untuk kemudian disalurkan ke warga terdampak.

Kampanye #BantuMerekaBernapas menjadi semangat dalam menghidupkan kembali kebersamaan dalam aksi-aksi kebaikan. Semangat kebersamaan ini yang akan terus dihidupkan melalui Gerakan Nasional #IndonesiaDermawan yang digalakkan oleh ACT dengan mengajak seluruh bangsa untuk memberikan kontribusi terbaiknya. Gerakan #IndonesiaDermawan adalah gerakan inklusif yang berusaha mengajak publik berkontribusi menyelesaikan permasalahan kemanusiaan di Indonesia dan dunia berupa advokasi dan implementasi nilai-nilai kedermawanan ke seluruh masyarakat.

Perlu diketahui, hingga saat ini, jumlah hutan dan lahan yang terbakar di seluruh Indonesia mencapai 328.722 hektar dengan luas daerah bahaya hingga 86.455.896 hektar bila dilihat pada situs Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).

Data dari Climate Early Warning System (CEWS) BMKG pun menggambarkan sebaran titik panas di Indonesia saat ini paling banyak berada di Pulau Sumatra dan Kalimantan.

Kepala Informasi Pusat Perubahan Iklim, Dodo Gunawan mengatakan, hal tersebut dipengaruhi oleh puncak kemarau yang tengah berlangsung dan ditambah oleh fenomena El Nino yang cukup berpengaruh.

Dari pantauan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) pada Kamis (19/9) pagi, kualitas udara di beberapa kota terdampak asap kebakaran lahan dan hutan masih berada di level tidak sehat. Seperti di Pekanbaru, Riau, kualitas udara dengan kosentrasi PM10 atau partikulat yang berukuran lebih kecil dari 10 mikron, menunjukkan tidak sehat.

Kota lain di Sumatra, seperti Jambi, kualitas masih berada di level sedang. Sebelumnya, pada Kamis dini hari tadi, berada di level sangat tidak sehat. Lain hal dengan di Palembang. Grafik yang dipublikasi BMKG menunjukkan kenaikan level Indeks Standar Pencemaran Udara (ISPU), dan kini berada di level berbahaya.

“Jadi saat ini musim kemarau, kondisinya kering, tidak ada hujan, dan kondisi ini juga cukup panjang. Jadi dengan kondisi seperti itu, dapat memicu mudahnya lahan terbakar. Apalagi di tempat-tempat yang saat ini banyak kebakaran hutan dan lahan itu memang lahannya gambut. Jadi itu sangat mudah sekali dan sangat rentan,” ujar Dodo di Gedung BMKG, Jakarta Pusat.

Banyak daerah yang juga berada dalam keadaan darurat asap. Ia mencontohkan Pekanbaru yang pada saat itu nilai ambang batasnya berada di atas 150 mikron. Menggunakan indikator partikulat (PM10) dari BMKG, kualitas PM10 yang lebih dari 150 mikron dapat dikatakan berbahaya.

“Jadi nilai ambang batas yang diperkenankan untuk PM10 itu 150 mikron. Nah, melebihi nilai (150 mikron) itu, berbahaya untuk kesehatan. Jadi itu yang menyebabkan darurat asap karena konsentrasi dari PM10 yang sudah melebihi ambang batas, sehingga berbahaya untuk kesehatan. Dan itu kita lihat tadi ada di provinsi dengan jumlah hotspot (titik panas) yang sangat banyak,” terang Dodo.

Dodo mengatakan, sejauh ini pemerintah sudah mengantisipasi dampak kabut asap seperti dengan membuat hujan buatan, ataupun mengadakan pemadaman langsung dan water bombing.

“Bila hujan dating maka akan sangat efektif menghadapi kondisi sekarang. Di lahan yang sifatnya gambut, kalau kurang air untuk memadamkannya, cuma permukaannya saja yang padam, tapi di bawahnya masih tetap ada api. Jadi asap akan tetap keluar walaupun api di permukaannya sudah hilang. Beda dengan kebarakan di tanah yang biasa,” pungkasnya.(Der/Aka)

spot_img

Berita Terkini

Arikel Terkait