MALANGVOICE– Program makan bergizi gratis (MBG) ditujukan agar memberi manfaat dalam pemenuhan asupan nutrisi. Namun dalam praktiknya program ini dihadapkan pada sejumlah persoalan di berbagai daerah. Termasuk di Kota Batu yang ditemukan menu tak layak konsumsi di SMPN 1 Kota Batu dan SMAN 1 Kota Batu saat tahap uji coba program MBG.
Pada tahap uji program MBG di Kota Batu dilaporkan belasan pelajar di sekolah tersebut muntah-muntah usai menyantap menu makanan yang dibagikan. Lantaran menu makanan yang diberikan tidak layak konsumsi seperti kurang matang hingga basi.
Dengan adanya temuan itu, Wali Kota Batu, Nurochman turun langsung bertemu dengan para pelajar SMPN 1 Kota Batu (Senin, 29/9). Sebelumnya mereka mengalami sakit perut saat mengkonsumsi menu MBG yang didistribusikan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) di Kelurahan Sisir, Kecamatan Batu, Kota Batu. Operasional di SPPG tersebut pun dihentikan imbas persoalan itu.
Ia meminta para pelajar untuk menolak dan mengembalikan menu MBG yang tak layak konsumsi. Serta mengingatkan para tenaga pendidik agar tidak memaksa pelajar menyantap menu MBG yang dirasa tidak aman. “Prinsipnya pelajar berhak menyampaikan keberatan jika masakan tidak layak konsumsi. Kalau dirasa tidak layak, kembalikan saja,” terang Cak Nur, sapaan Nurochman.
Dari hasil dialog, para pelajar sangat menyukai menu MBG seperti ayam goreng. Persoalan ini, lanjut Cak Nur, bukan soal pada menu yang disajikan, tapi pada kualitas pengolahan makanan yang memenuhi unsur higienitas. Selain itu, setiap anak memiliki daya tahan tubuh yang berbeda sehingga efek yang ditimbulkan juga beragam. Termasuk para pelajar yang mengalami sakit perut setelah menyantap buah dan sayuran yang tidak segar.
“Kemudian dicampur dengan masakan panas dan ditutup, nah mungkin ada reaksi-reaksi tertentu yang menyebabkannya. Nah kejadian itu berarti konsistensi di dalam proses pengolahan masakan yang memang perlu ada pengawasan, ada kerjasama yang terintegrasi antara Satgas MBG yang sudah dibentuk pemerintah kota dengan BGN melalui yang saat ini menjadi kepala dapur di masing-masing institusi,” ungkapnya.
Menyikapi persoalan ini, Nurochman akan segera mengumpulkan Satuan Tugas (Satgas) MBG dan pihak penyelenggara SPPG untuk melakukan evaluasi menyeluruh. Ia menekankan perlunya kerjasama yang terintegrasi antara Satgas Pemkot Batu dengan pihak yang ditunjuk sebagai kepala dapur di setiap SPPG.
“Besok (30/9/2025) akan saya kumpulkan semua. Kita ingin mendiskusikan ini. Sebenarnya tahapannya sudah detail dan ketat sekali, mulai dari kapan belanja hingga kapan memasak. Tapi dengan jumlah 2.600 porsi per hari, memang butuh pengawasan ekstra,” tuturnya.
Terkait adanya surat perjanjian atau MoU antara pihak sekolah dengan penyelenggara yang sempat menjadi sorotan, Nurochman menganggapnya sebagai hal normatif sebagai bentuk pertanggungjawaban pemanfaatan anggaran. Namun, ia menegaskan tidak mengetahui adanya poin yang melarang pihak sekolah untuk mempublikasikan jika terjadi insiden keracunan.
“Itu wajar sebagai bentuk kehati-hatian dan tanggung jawab bersama. Tapi yang terpenting adalah keselamatan dan kesehatan anak-anak kita. Itu tidak bisa ditawar,” pungkasnya.
Sementara itu, Kepala SMPN 1 Kota Batu, Tatik Ismiati mengatakan, belasan pelajar mengalami sakit perut hingga muntah-muntah usai menyantap menu MBG pada Rabu lalu (24/9). Para pelajar yang mengalami muntah-muntah dibawa ke UKS untuk mendapat pertolongan pertama. Beruntung para pelajar segera pulih sehingga tak sampai dievakuasi ke rumah sakit.
Menurut Tatik, insiden ini kemungkinan dipicu oleh kombinasi beberapa faktor, termasuk kondisi tubuh siswa yang mungkin sedang tidak fit dan sensitivitas pencernaan yang berbeda-beda. Ia mencontohkan, ada siswa lain yang justru menyantap hingga tiga porsi makanan yang sama dan tidak mengalami keluhan apa pun.
“Makanan itu sangat sensitif, kondisi tubuh setiap anak tidak sama. Selain sayur, ada juga menu buah stroberi yang rasanya asam, mungkin bisa memicu reaksi bagi anak yang punya masalah lambung,” jelasnya.
Menyikapi insiden ini, pihak sekolah langsung menghubungi penyedia makanan atau Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) sesuai dengan nota kesepahaman (MoU) yang telah disepakati untuk menangani kejadian luar biasa. Buntut dari peristiwa ini, program MBG dihentikan sementara waktu di beberapa sekolah untuk proses evaluasi menyeluruh terhadap pengolahan makanan.
Tatik juga menegaskan bahwa selama program MBG berjalan sejak 18 September 2025 lalu, pihak sekolah tidak pernah memaksa siswa untuk menghabiskan makanan. Siswa diperbolehkan untuk tidak memakan menu tertentu jika memiliki alergi atau tidak menyukainya.
“Kami tidak mungkin memaksa, kami sangat berhati-hati. Meski ada kejadian ini, anak-anak dan orang tua sebenarnya sangat senang dan merasa terbantu dengan program MBG. Harapan kami, program ini tetap berlanjut dengan evaluasi dan perbaikan,” pungkasnya.(der)