MALANGVOICE- Rencana pembangunan mega proyek dua apartemen dan hotel bintang 5 oleh PT Tanrise Property mendapat penolakan warga.
Menanggapi hal itu, Pemkot Malang melalui Disnaker-PMPTSP menjelaskan protes atau penolakan merupakan hak warga terdampak. Dalam hal ini kebanyakan warga RW 10 Kelurahan Blimbing.
Kepala Disnaker-PMPTSP Kota Malang, Arif Tri Sastyawan, mengatakan, segala protes bisa disampaikan dan dimasukkan secara resmi dalam Amdal Lingkungan dan pengembang atau pengusaha harus bisa menerima hal tersebut.
Sidak Sentra Parkir Kayutangan Heritage, Komisi C Beri Catatan
“Misal kekhawatiran warga terkait air bawah tanah, warga tidak mau adanya sumur bor tanah, itu bisa dimasukkan dalam Amdal Lingkungan. Pengembang harus memberi solusi,” katanya.
Ia mengaku sampai saat ini belum mengadakan pertemuan antara warga, Pemkot Malang dan PT Tanrise Property Indonesia untuk mencari solusi dalam rencana pembangunan ini.
Meski begitu, Pemkot Malang sendiri menginginkan para pengembang dan pengusaha dalam berinvestasi harus bisa mematuhi aturan yang ada.
Arif menjelaskan, saat ini PT Tanrise Property Indonesia masih mengajukan izin Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR). Selain KKPR pengembang proyek perlu melengkapi izin lain, seperti mulai Amdal Lingkungan, KKOP (Kawasan Keselamatan Operasional Penerbangan), PBG hingga Amdal Lalin.
“Di KKOP itu sesuai rekomendasi ABD Saleh hanya 150 meter, jadi wacana pembangunan 197 meter itu tidak boleh. Bolehnya 150 meter atau kurang,” jelasnya.
Karena itu Arif berpesan kepada pembangun proyek di Kota Malang wajib memenuhi persyaratan yang ada agar tidak terjadi polemik.
“Saya mengimbau ke seluruh pengusaha
untuk mematuhi semua tahapan perizinan, mulai KKPR, Amdal Lingkungan, Amdal Alin, dan PPG otomatis. Dan sampai SLF nanti kalau penggunaan sudah berdiri,” pesannya.
Pemkot Malang sendiri mengaku tidak bisa menolak pengusaha yang ingin berinvestasi, namun harus sesuai aturan yang ada.
“Kami tidak bisa menolak suatu usaha untuk berinvestasi di Kota Malang, sesuai amanah Perda Tata Ruang. Cuma kita minta agar sesuai dengan aturan yang ada, jangan memaksa,” bebernya.
Meski begitu, jika megaproyek ini gagal terlaksana di Kota Malang, Arif mengaku bahwa Pemkot Malang bisa kehilangan nilai investasi sebesar Rp500 miliar. Seharusnya, nilai besar tersebut bisa berdampak banyak untuk target investasi Kota Malang di tahun 2025 sebesar Rp1,6 triliun.
“Investasi paling banyak kan masih hotel dan perumahan. Ya kalau itu (megaproyek hotel dan apartemen Blimbing) nilainya sekitar Rp500 miliar lebih. (Kalau gagal target terancam) ya bisa jadi begitu,” tandasnya.(der)